Kawasaki Ninja 250 NengBiker

Kawasaki Ninja 250: Sebuah Komitmen Bersama Pasangan Baru

Pagi ini saya memposting sebuah foto sebilah mata Kawasaki Ninja 250 di lini masa. Bersama caption terbaper buat kamu yang biasanya suntuk dengan pertanyaan ‘Kapan nikah? Kapan punya pacar?’

Terkadang mencintai benda mati lebih meringankan perasaan. Mencurahkan segala perhatian hasilnya pasti seimbang. Ia akan menjadi partner seperti yang kamu impikan.

But life will never that easy kan? Itulah yang menyebabkan kamu disarankan untuk berpasang-pasangan. Partner terbaik adalah yang dapat membantumu berkembang, tidak membuatmu terkekang, memberimu rasa nyaman, dan membebaskanmu mencapai impian.

Nggak usah keburu dikejar pertanyaan kapan. Berikan diri sendiri waktu untuk mengenal, menimbang dan nanti pada akhirnya waktu memberikan keputusan bisa dalam kondisi terbaik demi masa depan.

Ya. Saya baru saja membuat komitmen dalam hidup untuk menghabiskan sisa waktu ini dengan pasangan baru.

Berpasangan dengan Kawasaki Ninja 250

Tidak baru, cukup milik teman saja yang bisa saya tebus sesuka hati saat sedang ada rejeki sehingga tidak memberatkan diri sendiri.

Dengan banyak perhitungan kalkulasi anggaran hidup, prediksi traveling, dan project-project yang mungkin dipegang, alhamdulillah, saya kini menyandarkan perjalanan pada si merah, Ninja 250.  Tentu berat bagi yang gajinya cuman senin kemis untuk bisa menebusnya. Tapi teman saya sangat mengerti. Ia hanya bilang, kalau ada rejeki cicillah yang banyak. Hidup saya pun masih bisa bersenang-senang, dan kini lebih menyenangkan dengan si Ninja.

Flashback kembali ke berpuluh tahun lalu saat saya masih suka-sukanya main motor, dengan Tiger. Lalu turun ke Vario, matic yang paling saya sayangi. Naik lagi ke Ninja 250. Sebuah pencapaian yang bagi saya luar biasa mengingat saya bukan apa-apa. Bahkan mengerti motor jenis ini pun enggak. Saya cuma tau Vario dengan CVT, karburator vakum yang sudah diganti, piringan cakram lebar yang saya pasang di kakinya, juga mantan knalpot bledus-bledus mengeluarkan asap yang pernah menemani.

Namun seperti komitmen dengan pasangan, saya memutuskan untuk mengenalnya lebih dekat. Mencoba mengerti suara lengkingan knalpot dan tarikan gasnya yang menandakan suasana hatinya.

Nggak berat bawa Ninja, Neng? Lebih berat beban hidup sih….

Itu kenyataan yang sulit saya tampik. Mengemudikan motor jauh lebih ringan daripada mengemudikan hidup. Tampak tenang, tapi ternyata membawa riak kehidupan. Kembali. Berulangkali. Hingga sebelum Ninja datang, saya sempat putus asa tanpa pegangan.

Kini, dengan komitmen bersama pasangan baru ini, saya akan lebih mengatur hidup. Seperti kata-kata saya sebelumnya, Terkadang mencintai benda mati lebih meringankan perasaan. Mencurahkan segala perhatian hasilnya pasti seimbang. Ia akan menjadi partner seperti yang kamu impikan.

Proses dan bagaimana membawanya ke Malang, nanti saya ceritakan lagi di lain kesempatan ya.

Lalu, dikasih nama apa ya yang ini ya?

10 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *