Kalau dicermati beberapa waktu belakangan, daerah Pulosari mulai kehilangan pamornya. Dulu lokasi ini selalu macet di malam Minggu pada berburu jagung bakar dan sekadar menghabiskan waktu. Pandemi menerpa keramaian itu. Perlahan di beberapa daerah lain mulai muncul pusat keramaian baru, sentra kuliner Jalan Trunojoyo, misalnya.
Padahal selama diterpa pandemi, Surabi Imut menutup gerai besarnya di Jalan Trunojoyo dan memusatkan penjualan di tempat asalnya. Warung Bakmi Jogja juga tidak kembali beroperasi. Digantikan warung-warung baru yang semakin membikin macet ruas jalan pendek itu. Apa saja?
Sambal Gami Bu’ Sum yang Baru di Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo
Sebelum puasa tahun ini, warung Sambal Gami Bu’ Sum ini ramainya biasa-biasa aja. Saya cukup memerhatikan karena pengen mampir tapi sering kelewatan memilih tempat ini. Dari postingan DewiRatna, saya baru tahu kalau Sambal Gami adalah kuliner favoritnya di Bontang dengan lauk ikan Bawis di sana.
Tapi di Malang ngga ada ikan bawisnya. Gantinya kamu bisa milih baaaaanyaaaak sekali lauk yang bahannya ada di pasar sini. Dari terong sampai ikan-ikanan, disajikan di cowek tanah liat yang dimasak bersama sambalnya. Sebenernya kalau lihat racikan sambalnya, ingredientsnya sama kayak yang biasa saya bikin di rumah. Yang berbeda memang sensasi cowek dibakar di atas kompor tersebut.
Mengingat warung Sambal Gami ini sekarang jarang sepinya, rasanya jadi semakin ngga ingin makan di tempat. Saya pun memilih titip belikan mas bojo yang sering berada di Vespa Box, tepat di seberangnya. Sambal gami cumi, kerang, dan terong pernah dibawakan pulang. Memang jadi kayak sambel biasa karena nggak ada cowek yang dimasak di atas kompornya.
Toko Kopi Jaya
Saya baru tahu kalau Toko Kopi Jaya di Jalan Padjajaran 25D ini ada dua cabangnya lagi. Satunya di Jalan Buring, satunya di Candi Penataran. Warung kopi ini tempatnya mungil namun estetik tepat di samping Depot Podjok yang terkenal sama lontong cap go mehnya. Suasananya kayak ngopi di samping rumah.
Kalau siang keramaian sentra kuliner Jalan Trunojoyo bagian pertigaan ini ditambah dengan lalu lalang truk kargo yang sering bongkar muat di sana. Malamnya digantikan dengan parkiran Toko Kopi Jaya. Saya belum pernah ngopi langsung di sini, tapi lagi-lagi sering dibawakan beberapa gelas kopi susu oleh mas bojo buat mencicipi. Rasanya, hmmm bolehlah.
Toko Kopi Kongca
Salah satu kedai kopi yang buka pagi di Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo adalah Kopi Kongca. Jadi bagi yang berangkatnya kepagian, masih korep dan mau cari kopi buat ganjal mata, Kopi Kongca dari jam 7 pagi sudah buka. Suasananya retro banget deh, dan itu terus dibangun dari setiap postingan sosial medianya.
Saking retronya Toko Kopi Kongca ini kayak sudah puluhan tahun berada di jalan Trunojoyo. Kenyataannya malah baru di awal tahun 2021 dia mulai beroperasi. Menu unggulannya Butter Coffee, kayaknya enak banget disandingin sama Roti Kaya-nya. Sepertinya saya harus mencoba langsung ke sini sambil mengingat-ingat Rumah Temen yang pernah hits juga beberapa tahun lampau di sebelahnya Kongca.
Tahun itu saya baru saja terkonfirmasi positif hamil 2 bulan. Masih disayang-sayang banget sama teman-teman. Yang merokok langsung keluar kedai Rumah Temen dan nongkrong pinggir jalan. Saya juga bolak-balik diingetin buat nggak makan mie instan (saat lagi makan di kedai yang jualannya mie instan).
Tapi bintang hari itu adalah Ratih yang setengah mengerjai babang Gojek yang diordernya.
“Mau ke mana mbak?”
‘Mau ke Rumah Temen di situ.’
“Di Klojen situ ada rumah to mbak?”
‘Iya, Rumah Temen.’Lalu hening katanya sepanjang jalan. Mungkin bang gojeknya sedang berpikir yang diantarnya ini manusia beneran atau jadi-jadian karena mengorder jelang-jelang magrib. Kawasan jalan Trunojoyo memang lebih dikenal sebagai tempat makan-makan. Sempat berdiri tempat sementara jualannya Matahari dept store tepat di belakang Kedai Rumah Temen yang waktu itu terhitung sudah lama tutupnya. Bekas Matahari itu jadi lahan luas yang terlantar kosong begitu saja.
“OALAAAH, NAMANYA RUMAH TEMEN TO MBAAAAK!” seru bang gojeknya ketika sampai di depan pintu kedai. Dikira dikerjain beneran dia. Wkakakakakak.
KOOPEN, Kopi Dari Malang
Di perempatan pasar Klojen, tumbuh menjamur tempat kuliner baru. Salah satunya KOOPEN yang menyempil di salah satu pojokannya. Dia berada di deretan toko elektronik legendaris di kawasan Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo, jadi gampang mencarinya. Kecil-kecil cabe rawit, banyak juga pengunjung kedai Koopen yang menggantikan toko peralatan outdoor sebelumnya.
Lapis Kukus Tugu Malang
Sebenarnya yang tumbuh bagaikan jamur adalah toko Lapis Kukus Tugu ini. Hampir di semua penjuru kota dia membuka gerainya untuk mendekatkan dengan pelanggannya. Satu langkah cerdas karena di Klojen ini pertemuan beberapa jalur angkutan kota. Juga dekat dengan stasiun Kota Baru sehingga bisa dijadikan alternatif kalau ingin mencari oleh-oleh sebelum pulang ke kota masing-masing.
Klodjen Djaya 1956 Lengkapi Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo
Saya masih ingat sekali, di pojokan sini dulu ada Bakso Bakar Kuah Rawon Bu Kaji Klojen. Bu Kaji adalah sebutan untuk toko daging sapi yang beroperasi di pagi hari. Bumbu Rawon yang dijual di sini sangat melegenda, bahkan adik ipar saya merasa wajib beli setiap pulang ke Malang. Sungguh melengkapi kekayaan sentra kuliner Jalan Trunojoyo.
Sejak berganti menjadi Klodjen Djaja 1956, ada saja yang bisa jadi bahan omongan dari kedai kopi ini. Apalagi kalau bukan poster film lawas segede gaban yang melapisi dinding tinggi di atas kedainya bagaikan bioskop jaman lawas. Mungkin mereka harus merelakan pendapatan sewa tempat reklame paling representatif di jalan ini demi mendapatkan tampilan khasnya.
Soal rasa, saya belum pernah ke sini ya, karena mereka baru membuka gerainya di masa pandemi. Kehadiran Klodjen Djaja ini juga menjadikan perempatan Klojen jadi lebih terang di malam hari untuk menemani penjual roti bakar yang mangkal setiap malamnya. Ibu penjual jajanan pasar lupis, cenil, klepon, dan lain-lain itu sudah lama tidak terlihat.
Coffee Trunojoyo dan Es.Teh juga Kampoeng Roti
Hawa-hawa jalan Trunojoyo sebenarnya terasa lawas. Nggak berubah dari sejak jaman saya pindah ke sini mulai SMP. Namun ada kedai kopi dengan desain kekinian menyembul di salah satu ruasnya. Coffee Trunojoyo namanya. Tidak jauh di sampingnya ada gerai Es.Teh. Keduanya melengkapi kehadiran toko Kampoeng Roti yang agak membuat tempat ini jadi lebih modern.
Lucu juga di antara bangunan-bangunan lawas, ruko yang nggak berubah penampakannya, ada dua gerai berwarna hitam dan tersempil es.teh yang berwarna putih. Sisi jalan sebelah kiri kalau dari pasar Klojen ini semakin semarak jadinya.
Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo yang Legendaris
Tempat-tempat kuliner baru sepanjang jalan Trunojoyo di atas tetap tidak menyenggol yang melegenda di situ lho. Semuanya berdiri selaras saling melengkapi satu sama lainnya. Saya sendiri biasanya ke Jalan Trunojoyo kalau mau makan Bakso Priangan Mang Yayat. Bakso ini ada juga di Jalan Teluk Grajakan dekat kantor. Sebenarnya penampakannya seperti Bakso Solo, tapi rasanya berbeda. Tahun 2021 ini, Bakso Priangan Mang Yayat juga membuka gerai baru, warung masakan pedes-pedesan gitu kayaknya. Tempatnya berada di samping warung baksonya.
Mang Yayat bahkan punya beberapa jenis masakan yang dijual di ‘areanya’. Namun di sebelahnya ada STMJ yang nggak kalah legendaris sudah berumur cukup lama, STMJ 29 Trunojoyo. Saya pernah sekali beli ke sini, yang diingat bukan STMJnya, tapi racikan telur rebus setengah matengnya yang pas sekali. Di seberang STMJ, dulu ada Surabi Imut yang ramenya nggak karuan. Ketika dihantam pandemi, Surabi Imut kembali ke tempat asalnya di seberang Pasar Klojen.
Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo ini juga punya Warung Es Warna-Warni yang sampai hari ini masih diingat generasi 90-an yang menguasai kursi-kursinya di jaman dahulu kala. Es WW kadang-kadang disebutnya. Dulu dia membuka tenda esnya di depan Stasiun Kota Baru, kemudian ditertibkan dan pindah ke belakang ruko Surabi Imut. Sejak pindah itu saya nggak pernah beli esnya lagi ke sana.
Di depan Warung Es WW ada Sop Konro yang terhitung pemain baru di sentra kuliner sini. Sepertinya dulu dia mengklaim cabangnya Daeng Rudi Jalan Galunggung, belakangan nama Daengnya nggak dicantumkan lagi di atas kedainya. Di sebelah Sop Konro ini ada Rumah Makan Disiko Jaya yang penampilannya bener-bener lawas menyenangkan. Saya suka nasi padang di sini, menurut saya sudah ada adaptasi sama kesukaan penduduk setempat.
Memanglah agak rewel saya ini soal lidah, tapi jarang kecewa kalau makan di Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo. Seperti Soto Madura di samping Kampoeng Roti. Itu enak bangettttt biarpun agak pricey. Anak-anak juga sempat saya cobain soto ini untuk menu makanan saat belajar makan nasi. Di depan soto inilah ada Warung Ceker Sri Lestari yang jadi favorit sepanjang masa sejak day 1 mencicipinya.
Kalau orang bilang ceker enak di Malang ada di Jalan Jakarta atau di ceker Glintung, saya pilih Sri Lestari. Cekernya nggak kering, gendut-gendut ngeprul dicelup kuah yang rasanya kayak soto. Ditaburi daun bawang banyak sekali, mau pilih pedas pun juga bisa. Saya sukanya custom, sambelnya dikasih sendiri. Ada juga sayap dan kepala ayam dijual Sri Lestari.
Namun parkir di Sri Lestari sekarang tidak segampang saat Sambal Gami belum ada dan belum begitu hits namanya. Sentra Kuliner Jalan Trunojoyo memang semakin ramai ketika orang-orang sudah membuktikan sendiri enaknya sambal gami. Kadang-kadang jadi macet sedikit di pertigaan Trunojoyo dan Pajajaran karena menunggu orang yang menyeberang atau mencoba parkir.
Ya, namanya juga perjuangan berburu kuliner khas Malang ya. Ada nggak sih yang legend-legend dan belum saya tuliskan di sini?