Enaknya Diblock Apa Engga Ya?

Di dekade ke empat hidup saya ini, kadang-kadang memutuskan sesuatu masih butuh sudut pandang lain. Bertahun-tahun menyembunyikan masalah yang terbesar sekalipun di balik senyum dan tawa, kepercayaan diri ini ternyata masih belum kembali.

Padahal soal block ngeblock ini sederhana lho. Apalagi di media sosial. Ada berbagai fitur yang disediakan pencipta platform untuk mengatur sendiri kenyamananmu sebagai pemilik akunnya.

Punya Akun Apa Saja?

Pada masanya, setiap ada platform media sosial baru, saya dan teman-teman berlomba mengakuisisi username. Dari Blogspot, WordPress, Plurk, Instagram, Facebook, Twitter, dulu juga ada Friendster, sampai yang lagi trending-trendingnya, Tiktok.

Karena nama yang saya gunakan unik seperti nama blog ini, ngga cuma sekali dikerjai teman-teman dekat. Username saya diakuisisi duluan. Contohnya di Instagram, dulu saya hanya bisa mendaftar dengan neng_biker, karena susunan nengbiker sudah ada yang pakai. WTF, saya kzlnya setengah mati.

2 tahun setelah bermain Instagram, baru teman dekat saya mengaku kalau dia yang mengakuisisi nama itu. NengBiker tanpa underscore diserahkan kepada saya tepat di hari ulangtahun karena dia perlu menggunakan akun eksistingnya untuk keperluan lain. WTH, dasar!

Sepertinya terjadi kembali saat saya mendaftar Tiktok tapi tidak bisa mengakuisisi usernamenya. Entah siapa yang mengakuisisi kali ini.

Pelajari Sistem Keamanan Data Pribadi

Nggak usah ributin soal chip yang konon katanya ditanam di tubuh bareng vaksin covid19. Dengan kamu makai handphone dan terhubung dengan internet, artinya kamu sudah sukarela memberikan data pribadi dan aktivitasmu secara online.

Yang bisa kamu lakukan adalah membatasi user lain mengetahui apa yang kamu lakukan. Coba lihat Privacy Setting, public atau private? Atau ada juga aplikasi yang membatasi user tertentu dapat mengakses postinganmu.

Kalau hanya ingin teman-teman terdekat saja yang dapat melihat update-mu, gapapa setting private. Dengan demikian kontrol follower ada di tanganmu. Namun ada juga yang memang haus julid, jadi postingan privatemu discreencapture lalu disebar di akun lain.

Berbeda memang dengan yang settingannya public. Mau nggak mau ya semua tahu, terutama memang yang akunnya dipakai jualan. Baik endorse maupun jualan barang produk sendiri.

Bagaimana Jika Postingan Private-mu Tersebar?

Mengapa dibutuhkan agreement dari pengguna sebuah platform soal syarat dan ketentuannya, karena kamu sendiri yang bertanggungjawab pada apa yang kamu posting. Dengan demikian kamu nggak bisa menyalahkan platformnya.

Beberapa tahun lalu ada gerakan ‘Jangan Bugil di Depan Kamera’ untuk menyoroti video-video syur yang tersebar karena tangan-tangan jahil. Bahkan sudah dihapus dari memory ponsel pun, foto dan video masih bisa diakses oleh orang-orang yang ahli. Jika tidak mau tersebar, ya jangan memberi sesuatu untuk disebar.

Sesederhana itu. Karena orang jahat itu banyak, jadi yang bisa mengontrol apa yang diketahui orang, ya kamu sendiri. Mereka hanya butuh kesempatan meskipun meraka juga tahu itu bukan haknya menyebar.

Apa yang Sebaiknya Tidak Diposting?

Bertahun lalu, pimpinan perusahaan tempat saya bekerja melarang sama sekali karyawannya menyebut dirinya di lingkup online. Dari foto sampai namanya. Beliau membatasi sekali apa yang diketahui publik soal dirinya. Menjaga privacy.

Namun ketika media sosial menjadi raja dalam komunitas pertemanan sampai pekerjaan, mau tidak mau terbuka juga pada akhirnya. Namun yang masih saya jadikan pegangan, jangan posting seluruh anggota keluarga beserta nama lengkapnya. Lindungi privacy juga bisa dengan tidak memosting yang tampak full wajah mereka.

Tapi apalah artinya jika sudah diusahakan untuk privacy seketat mungkin kemudian ditag sama teman di postingan miliknya. Hahaha, senjelimet itulah media sosial.

Makanya Block Unblock, Follow Unfollow, Itu Sebenarnya Biasa Saja

Apalagi kalau memang tagnya mengganggu atau sekadar random add orang lain untuk ikut kuis, misalnya. Beberapa kali saya langsung block orang-orang random seperti ini.

Untuk beberapa case, kadang saya masih bertanya dulu sama teman.

“Aku tu lagi bimbang. Ada seseorang yang dulu pernah bermasalah dengan kehidupan rumah tanggaku, kok sekarang lihat-lihat story-ku terus ya. Follow juga enggak..”

“Block aja.”

“Sungkan, nanti dibilang belum memaafkan. Kan aku gengsi.”

“Block aja daripada kamu kepikiran.”

Iya juga sih.

Biarpun dia masih bisa melihat dari akun lainnya, setidaknya saya tidak melihat namanya terpampang di dalam list viewer saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *