Saya tidak pernah seterguncang ini sepanjang menonton drama Korea atau film Korea. Bukan karena pandemi sehingga saya ikutan tren nonton drakor, saya hanya picky saja tidak semua-mua ditonton. Bahkan nggak hapal siapa pemainnya. Saya hanya menonton yang kira-kira menarik hati. When The Camellia Blooms salah satunya.
Ya, saya menangis saat nonton Miracle in Cell Number 7. Tapi di seri When The Camellia Blooms, hati ini semedot melihat perjuangan Dongbaek yang………..ya ampun saya nggak bisa menuliskannya di sini.
Ditinggal Ibu Sejak Umur Tujuh
Dongbaek namanya. Datang ke Ongsan untuk mengadu nasib bersama bayi kecilnya. Tidak datang bersama suami atau orangtua. Hanya berdua saja. Membuka bar yang menjual minuman alkohol dan babi tumis dengan uang yang dia miliki. Menyewa gudang tanpa jendela dan disulap dengan sentuhan seni yang ia punyai.
Diceritakan sekilas ia ditinggal ibunya ketika berusia 7 tahun di sebuah jembatan. ‘Kalau ditanya nama ibumu, bilang saja tidak tahu.’ Begitu pesan terakhir ibunya yang diingat Dongbaek sampai dewasa.
Menjadi Ibu Tunggal Harus Tahan Godaan
Selama enam tahun berjualan, ya pastilah ada saja godaan. Namun godaan Dongbaek selama menjadi ibu tunggal datang ketika anaknya berumur tujuh tahun. Pertama, ayah biologis anaknya tiba-tiba muncul.
Kedua, orang yang mengganggu ketentraman penduduk Ongsan kembali lagi. Orang yang sama ternyata yang membunuh sahabat Dongbaek ketika belum memiliki anak dulu. Ketiga, ibu yang meninggalkannya tiba-tiba datang dengan mengaku mengidap penyakit demensia.
Keempat, Dongbaek menyukai seorang pria yang dibilangnya dapat mencerahkan harinya. Anak dari pemilik restoran Kepiting Rendam di Ongsan. Ibu yang menjadi bagian dari ibu-ibu penduduk Ongsan dengan segala masalah yang kompleks. Kamu bisa membayangkan sendiri bagaimana berat bebannya. Sebagai Ibu. Dan sebagai perempuan.
Ibu, Drama Korea Ini Tentang Ibu
When The Camellia Blooms adalah tentang ibu. Ibu yang melindungi anaknya. Sepanjang jalan cerita. Hati saya sungguh sakit membayangkan bagaimana seorang ibu tega meninggalkan anaknya. Hati saya terluka ketika luka hati Dongbaek terbawa hingga ia dewasa.
Bagaimana ia mengingat setiap detil perkataan ibunya.
“Makan yang banyak. Orang suka ketika melihat kamu makan banyak. Makan pakai garpu.” Diulang Dongbaek ketika meninggalkan ibunya. Ada alasan yang dipakai Dongbaek untuk melakukannya.
“Orang-orang mengatakan bagaimana aku menjadi beban ibuku. Aku terus mengingatnya sampai hari ini.” Dikatakan Dongbaek kepada Ibu Yong-sik, pria yang disukainya, yang keprucut ngomong jika saja Dongbaek tidak dibebani anak usia 8 tahun.
Ibu akan terus merasa berhutang pada anaknya. Scene demi scene ibu Dongbaek, ibu Yong-sik, ibu Gyu-tae, ibu Jessica, dan Dongbaek sendiri ketika anaknya memilih ikut ayah biologisnya. Ambyar saya melihat kilas balik ini.
Saya pikir ketika memasuki masa pembunuh berantai muncul lagi di Ongsan, cerita When The Camellia Blooms akan berbelok arah. Salah, pikiran itu salah.
Hampir setiap ceritanya selalu ada ibu yang firasatnya mengatakan anaknya akan mengalami musibah. Ada ibu yang melindungi anaknya dari bencana lain dalam hidupnya. Ada ibu yang tidak bisa berpisah dari anaknya. Ada ibu yang tidak rela anaknya menderita.
Ada ibu yang menyesali anaknya harus menanggung beban sang ibu ketika menghadapi lingkungannya. Ada anak kecil yang melindungi ibunya agar dapat mengejar kebahagiaannya dengan mengorbankan dirinya.
Kalau kamu mencari drama Korea yang bercerita tentang Ibu, masukkan When The Camellia Blooms ini dalam jadwal tontonanmu. Cuma kenapa anak Dongbaek bisa berubah banget wajahnya waktu besar itu yang saya nggak terima dari drama ini.
1 Comment