“Dan gimana kalau mati karenanya? Kamu mau nikah lagi?” Melempar topik pembicaraan dan marah pada diri sendiri karena mendapat jawaban yang nggak sesuai dengan apa yang diharapkan adalah karma saya. Padahal ini adalah topik penting yang harus dibicarakan dengan pasangan dan keluarga mengingat belakangan semakin mengkhawatirkan saja beritanya. Cobalah kamu tanya sekarang, gimana kalau aku positif covid19?
Beneran, ini adalah kondisi yang tidak bisa ditunda lagi. Bahkan saya mungkin sudah terlambat untuk membicarakannya. Sudah menginjak bulan ke-6 Indonesia berada di tengah pandemi. Orang-orang sudah semakin abai karena tidak ada regulasi pemerintah yang benar-benar dapat membuat rakyat tenang. Makanya angka penderita dan angka kematian melonjak sementara di negara lain malah ada yang merayakan sudah ‘lulus’ angkatan corona-nya.
Pemerintah pusat, pemerintah daerah, entahlah langkahnya bagaimana. Bikin bingung karena semua punya kepentingan masing-masing. Itu juga yang dijadikan alasan sama orang-orang yang sudah tidak lagi pakai masker, sudah nongkrong-nongkrong, sudah bikin acara kumpul-kumpul lagi, foto-foto tanpa masker dan jaga jarak. Dengan dalih: MENERAPKAN PROTOKOL KESEHATAN.
Pret. Belum terlambat kok kalau kamu memang sayang dengan pasangan, anak serta keluarga atau teman-temanmu untuk membicarakan gimana kalau positif covid19.
What will you do then? Apa yang akan kamu lakukan, apa seperti yang saya lakukan?
Sebagai Pasangan, Langkah-Langkah Strategis yang Perlu Diterapkan Kalau Ada yang Positif Covid19
Sulit pastinya kalau terbiasa bersama kemudian harus berpisah sementara. Tapi positif covid19 tidak selalu berakhir dengan kematian, percayalah. Apalagi kalau kondisi tubuhmu bagus. Itulah kenapa orang abai, merasa sehat tapi tidak merasa khawatir dirinya adalah pembawa virusnya. Beberapa langkah yang sudah saya sepakati bersama suami barusan ini sederhana aja kok.
Saling Menyamankan Satu Sama Lain
Ngga enak pasti rasanya menjadi penderita. Sudahlah dikucilkan dari masyarakat, jadi bahan perbincangan, badan juga nggak nyaman karena efek virus ini berbeda-beda bagi yang mengalami. Apalagi kalau diisolasi di bangunan khusus karena rumah tidak begitu kondusif kecuali mau tinggal di gudang lantai 2 sendirian. Saya sih no way.
Makanya saya dan suami sepakat untuk saling menyamankan satu sama lain. Jika wajib ke tempat isolasi yang disediakan pemerintah, ya ngga papa. Jika keuangan mencukupi, ya ke hotel aja. Wkwkwk. Kami wajib untuk memberikan fasilitas terbaik untuk satu sama lain, baik yang diisolasi maupun yang di rumah.
Menyamankan juga dalam situasi komunikasi tidak boleh diabaikan. Perhatian tidak boleh kendor. Tepatnya itu buat saya sih, karena dia cuek aja gitu orangnya. We have kids, mereka butuh diperhatikan tapi sesama pasangan juga tidak boleh mengabaikan. Komunikasi yang baik juga membantu menyamankan hati di tempatnya masing-masing.
Mengamankan Aset Untuk yang Ditinggalkan
Prepare for the worst. Itu yang kami lakukan saat mengambil langkah selanjutnya. Takdir Tuhan memang sudah digariskan, tapi kita wajib berusaha sampai titik penghabisan. Jika bisa menghindari, kenapa harus menghampiri? Ya bukan?
Karena sekali lagi, kalau suatu saat virus ini menyapa hidupmu, entah akan sejungkirbalik apa yang akan dihadapi kelak. Apalagi kalau kamu punya keluarga dan ‘belum menyiapkan apa-apa’ untuk mereka. Mau gitu meninggal dan keluargamu hidup dalam kekurangan? Jangan sampai ya Allah.
Saya pribadi setelah memiliki anak sudah nggak memikirkan diri sendiri. Apa yang saya miliki, apa yang saya usahakan saat ini, semuanya untuk mereka. Biarpun nangis gerung-gerung setiap mau imunisasi, biarpun dijambak dipukul dan bikin malu, saya pastikan kesehatan mereka terjamin dari kemungkinan terburuk. Segala vaksin yang wajib dan tambahan saya usahakan tercover. Begitu juga ketika nanti waktunya sekolah tiba. Biayanya jelas harus sudah disiapkan dari sekarang.
Daftar List Aset dan Investasi Untuk Diketahui Bersama
Saya tidak pernah menganut paham uangmu uangku, uangku uangku. Apa yang kami usahakan berdua adalah milik bersama. Meski atas nama kepemilikannya tetap saya. Karena kadang-kadang yang dia usahakan juga dibagi bersama yang lain, yak curhat. Saya pernah menyembunyikan apa saja yang saya miliki, lalu di musim pandemi ini dibicarakan lagi bagaimana mengelolanya di kemudian hari.
Tabungan dan investasi meski belum banyak saya usahakan tetap ada. Begitu juga aset bergerak yang bisa dicairkan kapan saja. Sayang saya belum memiliki aset properti, tapi suatu saat nanti wajib pasti harus punya. Asuransi dan BPJS Kesehatan yang tidak pernah telat bayar itu juga merupakan modal biar anak-anak tercukupi kelak kalau saya pergi duluan.
Suami? Boro-boro mikir. Hahaha itulah kenapa kamu harus menikah sama perempuan yang mengerti benar soal hidup ya, wahai para lelaki. Bukan soal dewasa atau tidak, tapi yang mengerti bagaimana ‘hidup’ itu tidak semudah haha hihe lalu posting di Instagram saja. Makanya saya galak, dan biarlah dia menganggap saya kadang-kadang bermasalah karena terlalu freak memikirkan ‘bagaimana jika kami nggak punya uang untuk hidup’.
Gimana Kalau Aku Positif Covid19, Kamu Mau Menikah Lagi?
Ini wajib. Harus. Sangat penting. Untuk dibicarakan. Bukan soal menyamankan perasaan ‘oooh kamu cinta banget sama aku jadi ngga mau nikah lagi’ yaa, so sweetttt. Bukan. Tapi tanyalah demi anak-anakmu kelak akan bersama siapa mereka nantinya. Ibu baru? Bapak baru? Kakak dan adik baru? Kakek dan Nenek baru? Yang seperti bagaimana?
Pahami bahwa saya ingin yang terbaik untuk anak-anak kelak. Salah satu yang membuat saya berjuang sampai habis air mata dan tabungan adalah saya nggak mau anak-anak harus mengalami hidup dengan keluarga baru yang nggak karu-karuan. Iya, saya menunjuk kamu Se, Su, Pi, dan Ar. Tidak akan saya serahkan anak-anak pada perempuan-perempuan seperti mereka.
Tidak sampai saya mati duluan baru mereka masuk dalam kehidupanmu. Tidak seperti sekarang. Mungkin saya terlalu banyak menonton sinetron yang aslinya dari tahun 2012 saya nggak pernah melakukan itu lagi. Tapi itulah kenyataan hidup bahwa sebaik-baiknya keluarga baru yang pasti harus ada uangnya dulu untuk menjamin anak-anak hidup bahagia kelak sepeninggal saya.
Wow, saya matre!
Bagaimana Jika Keluarga Positif Covid19?
Tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu hari nanti. Jika di awal pandemi mendengar nama yang positif covid19 ini sebagai angin lalu, belakangan hati mulai berdesir khawatir. Sejak bulan apa ya itu ketika salah satu teman cukup baik tiba-tiba dikabarkan meninggal menjadi korban. Beberapa hari kemudian saya bilang ke sahabat-sahabat terdekat kalau saya khawatir habis ini nama-nama korbannya semakin dekat dengan kehidupan kita.
Tidak lama bapaknya salah satu sahabat melakukan kontak cukup dekat dengan penderita yang kondisinya baru diketahui setelah meninggal dunia. Bersyukur setelah isolasi mandiri sambil menunggu hasil swab ternyata bapak hasilnya negatif. Tidak lama kemudian teman SMA sekeluarga isolasi mandiri karena sang istri positif covid19. Lalu teman selibat pekerjaan yang saya kenal cukup baik, serumah harus swab karena istrinya juga positif covid19.
Baru kemarin juga saya mendengar berita bahwa kenalan baik saya yang kini bekerja di Pontianak, meninggal dunia. Hati saya berdesir nggak karuan karena di pertengahan bulan Agustus masih sempat menyapa statusnya yang menulis batuk tidak terkendali dan terasa sakit sekali. Gosh, semakin dekat. Padahal kalau mau membuka mata aja, kakak saya sungguh berisiko karena menjadi nakes di salah satu rumah sakit. Ok. CUKUP.
Pastikan Dirimu AMAN Sebelum Membantu
Bagaimanapun juga saat keluarga tidak berada di dekat mereka, tetangga lah yang kemungkinan membantu lebih dulu. Belajar dari kasus bapaknya sahabat, jangan abai kalau kamu juga sangat berisiko pada kondisi apapun. Lebih dekat dengan tetangga untuk sama-sama mengamankan diri dulu sebelum membantu. Berikan juga informasi terkini kepada para tetangga di sekitar rumah untuk mengantisipasi langkah selanjutnya.
Jangan Dikucilkan Kalau Ada Keluarga yang Positif Covid19
Mereka sangat butuh perhatian dan dukungan dari keluarganya. Baik secara materi dan moril. Bantulah agar mereka tercukupi kebutuhan pangannya. Itu saja dulu, karena sandang dan papan bisa menyusul belakangan. Apalagi kan nggak bisa keluar rumah dengan bebas. Kamu juga harus memastikan kalau mereka tidak keluar rumah.
Jangan Bersalaman Jangan Berpelukan Apalagi Cium Pipi Kiri Kanan
Pastinya ketika isolasi mandiri nggak boleh dikunjungi dalam radius jarak tertentu. Kalau mengirim makanan, letakkan di tempat yang aman dan tinggalkan. Biar diambil saat kamu sudah meninggalkan lokasi. Lakukan kontak fisik dari balik kamera saja ya.
…
..
Gila…saya menulis ini sambil menangis tahu nggak sih. Pandemi covid19 ini mengubah sendi-sendi kehidupan. Kamu, saya, dan semuanya. Kecuali yang abai pada kesehatan dan keselamatannya sendiri karena ingin lebih dekat dengan Penciptanya.
Kayaknya hanya segitu poin soal keluarga itu saja yang bisa saya tuliskan. Karena intinya adalah JANGAN LEPASKAN PERHATIANMU, mereka butuh itu. Untuk dikuatkan hatinya, untuk disemangati hari-harinya, untuk diterima kembali ketika sudah negatif hasilnya.
Sekarang tanyakan lagi pada dirimu sendiri, sudah siapkah kalau ada yang bertanya ‘Gimana kalau aku positif covid19?’ Bagaimana jika itu istrimu, suamimu, pacarmu, sahabatmu.
Jawaban diplomatis seperti ‘I will support you. I will always be there to give what you need,’ terdengar klise tapi itulah yang dibutuhkan. Berikan dukungan, berikan perhatian, berikan waktu.
‘Apa kamu nikah lagi nanti kalau aku mati? Nggak, kata dia.’ Lalu saya marah besar. Karena dia cuma mikir sampai situ doang, tanpa melihat jauh ke depan bagaimana kalau dia yang pergi duluan. Pikirannya itu lho nggak dipakai. Empatinya ke mana? Nggak siapkan asuransi kesehatannya? Halah ter-Bu Tejo gini.
Tapi..
Perempuan memang susah dimengerti. Suatu saat nanti setelah baca tulisan ini saya harap kamu sangat bisa memahami apa yang menjadi kekhawatiran saya selama pandemi ini. Iya kamu masbojoooo!
semoga kita semua terhindar dari covid-19 dan pandemi segera berakhir
AAMIIN yg banter