Apa Bagusnya Film Finding Srimulat?

Kenangannya. Menjual kemegahan panggung Srimulat yang mulai dilupakan, Finding Srimulat sukses menyeret saya kembali ke jaman Papa suka nonton Srimulat ini.

Saya engga suka Srimulat. Dulu. Menurut saya komedi slapstik (atau slapstick?) beginian uda ketebak konyolnya di mananya. Pasti lucunya yang itu ituuuu aja. Kepleset kursi, salah masuk hidung, drakula-drakulaan, dan seterusnya. Semakin saya daftar kekonyolannya, semakin saya ngerasa banget kenangannya. Ngga hafal sih emang, tapi Papa saya hafal banget. Sampai guyonan ceplosan orang-orang Srimulat yang cerdik, Papa saya hafal banget.

Film ini mungkin banyak adegan ngga pentingnya. Semacam sayang-sayangan Reza dan Rianti di awal film yang saya tau sih ada temen yang jelesnya bukan kepalang pasti. Belum lagi bayi yang dilahirkan Rianti di atas panggung Srimulat comeback, kok uda gede dan kulitnya hitam plus kepalanya plontos bekas cukuran. Yang penting disimak adalah penjelasan Tessy atas perannya di Srimulat, keriuhan stasiun Solo Balapan waktu Srimulat tes drive respons penggemarnya. Crunchy. Dan menimbulkan desir bangga di hati.

Hahaha, masih merasa ada ikatan dengan Solo sih. Sebulan lalu habis muter di sana. Solo Balapan dan Omah Sinten, tempat yang paling diinget dan dijadiin setting filmnya. Juga kehadiran Jokowi yang Soloooo banget, nuansa Srimulatnya jadi kental. Waktu Srimulat boyongan tampil di Jakarta, masih tetep terasa ke’lama’annya dengan gedung pertunjukan yang jadul itu. Ah, pengennya ngajak Papa nonton Finding Srimulat. Semoga dvd originalnya cepat keluar ya. Si suami juga pengen koleksi. Tapi beda visi.

Bagi suami, cerita perjuangan Reza sebagai Event Organizer di Finding Srimulat ini dia bangeet. Sepak terjang, intrik dan pengkhianatan, menggambarkan dunianya. Dan cerita Srimulat adalah bonusnya.

Kunci keterikatan kami memang beda. Tapi, kenangan yang terurai dari film ini membuatnya menggenggam tangan saya erat sepanjang film.