Sudah cukup banyak perempuan yang memilih motor besar menjadi tunggangannya. Bahkan untuk sehari-hari sekalipun. Saya sempat pernah menjadi bagian dari mereka, naik motor setengah besar ke mana-mana. Setengah besar karena masih di kisaran 200cc aja tapi bentuk dan berat bodi motornya sudah cukup bikin ngos-ngosan kalau ndorong. Dibandingkan motor bebek dan matic, memang memilih motor besar bagi perempuan ada banyak hal yang harus dikorbankan.
Dari motor bebek, motor besar, lalu ke motor matic, jelas saya bisa bilang banyak perbedaannya. Matic itu tinggal ngeeeeeeng, ngegas doang cukup mikir kapan ngeremnya. Motor bebek masih cukupan agak ribet kalau lupa ganti gigi. Nah motor besar? Mikir dari ngopling, ngerem, ngegas, sambil mikir besarannya yang kadang bikin keder.
Kebesaran (bodinya) motor besar itu juga kadang bikin saya memutar otak kalau mau mampir-mampir. Parkirnya itu lho, ngga segampang ketika bawa motor bebek atau matic. Oleh karena itu saya sangat-sangat butuh bantuan mas parkir ketika sedang membawa motor besar dulu. Bahkan mas parkir yang ngga bawa karcis parkir sekalipun, saya bener-bener terima kasih sama bantuan mereka.
Belum lagi ketika berpikir barang bawaan. Salah satu yang membuat saya berpaling pada motor matic adalah dengannya saya bisa jualan, bawa barang banyak, tanpa harus mikir ganti gigi. Walau ya kadang malas juga sih bawa barang, setidaknya jas hujan dan sendal jepit ada tempatnya dulu di bagasi motor matic baru sedikit merasa aman di jalan.
Ketika memilih motor besar, boro-boro kan ya. Solusinya mungkin pake box rice cooker semacam givi di pantat motor biar lebih ringan bebannya. Tapi memakai box gitu bikin keseimbangan saya bermasalah ketika mengambil manuver.
Yes ini serba salah.
Dengan begitu banyak yang saya korbankan, kemudian mau memilih motor besar lagi untuk tunggangan?
Yes entahlah, semoga pilihan kali ini dapat benar-benar mengisi mimpi masa kecil yang terus menghantui.
Welcoming (soon) to be my bike. Ninja 250.