Dalam satu periode hidupmu, pasti ada impian tersimpan yang dalam angan-angan selalu ingin diwujudkan. Saya juga. Ngeliat Indonesia, lalu yang kedua naik pesawat pribadi atau nyarter lah seperti Aburizal Bakrie. Dalam satu tepuk, salah satu impian itu diwujudkan dalam perjalanan Pesona Indonesia. Terus, gimana rasanya meliput indahnya Indonesia bareng Kementrian Pariwisata dengan naik pesawat charteran?
“Tiket pesawat ke Flores habis, nanti kita pakai pesawat charteran.”
Gosip hangat itu digosok makin sip selepas sarapan pagi di Holiday Resort Lombok. Hari itu rombongan Pesona Indonesia memang sudah waktunya bertolak ke destinasi selanjutnya, Flores. Seru sepertinya puluhan orang ini akan menikmati pesawat charteran yang seperti milik pribadi karena hanya dinaiki rombongan sendiri.
Tapi….
Ternyata pesawat charteran tidak SEKEREN yang dibayangkan. Meski dikuasai rombongan sendiri, fasilitasnya nggak bintang lima. Semua rombongan harus duduk rapi baru pendingin kabin dinyalakan. Bayangkan saja di tengah panasnya udara Lombok, ngga pakai AC, di ruang kabin. Jadi, ngga usah iri sama yang naik pesawat charteran, OK?
Iri aja sama kesempatan ngelihat Flores dari ketinggian.
Karena lenggok pinggiran pulau-pulaunya sangat cantik dilihat dari atas. Berbeda ketika mendarat, rasanya siiiing sepinya karena terbiasa di bandara besar. Bandara ini telah dipoles, nggak seperti foto-foto Ika Sowardji beberapa tahun lalu yang masih seperti bandara milik pribadi. Kemudian kami langsung bertolak ke Paradise Bar yang hits untuk menunggu sunset yang berlatarbelakang gugusan pulau di lepas Labuan Bajo.
Rasanya ngga bisa bernafas.
Pemandangan di depan mata sangat cantik. Benar-benar cantik. Apalagi di sudut dermaga pribadi berwarna putih yang terbentang dengan rembulan buatannya. Labuan Bajo saat itu seperti milik kami. Puas berpose dengan matahari yang terbenam perlahan di sore super indah itu.
A photo posted by NengBiker (@neng_biker) on
Ternyata besoknya saya dibikin tidak bisa bernafas lebih lama. Kami dibawa kapal menuju Pulau Komodo, Pink Beach dan Pulau Rinca. Bukan cuma pulau-pulaunya yang indah, tapi perjalanan membelah lautannya juga nggak kalah. Pernah nonton Jurassic Park? Ya semacam perasaan yang digambarkan itulah ketika lewat di tengah-tengah lautannya.
Seperti di dunia yang lain.
Seperti di jaman yang berbeda. Apalagi ketika di Pulau Komodo dan ketemu salah satu penghuninya. Ginak-ginuk si komodo bergerak di antara pepohonan. Namun jangan teralihkan, gerakannya bisa berubah gesit kalau dia melihat mangsa yang diincar. Ya, Komodo memang jagonya drama, bukan kamu aja.
Lalu di Pink Beach Pulau Komodo, selain makan siang, juga ada acara jebur-jebur snorkeling di airnya yang dingin. Sungguh dilema, cuaca di atas begitu panas, di dalam airnya super dingin. Antara kepanasan dan pada akhirnya kedinginan, saya memilih berlama-lama di air yang membuahkan kulit gosong seperti ikan asin telat diangkat.
Lalu di Pulau Rinca, kembali bertemu komodo yang jumlahnya lebih buanyuak dari Pulau Komodo. Peringainya pun lebih gesit daripada yang di Pulau Komodo. Jadi seram membayangkan lagi menyusuri hutan menuju puncak bukit dan ada komodo yang ngejar-ngejar kelaparan.
Naik bukitnya yang ngga kuat pake lari-lari. Tapi sungguh, pemandangannya……..
A photo posted by NengBiker (@neng_biker) on
Itu baru di pulau-pulaunya saja. Saya juga melihat keindahan Flores di puncak pegunungan sambil menonton Tari Caci di Kampung Cecer yang adem. Hijau sejauh mata memandang, kemudian dibatasi laut di kejauhan.
Bagaimana dengan Puncak Kelimutu dan Danau Tiga Warnanya?
Mari, masukkan lagi dalam bucket list impian, supaya bisa diwujudkan kapan-kapan.
flores itu emang bikin nagih ya kka
belum puas banget ke situnya
Wah indah banget mba foto-fotonya
fotonya temen-temen siiih 😀
orang2 hebat itu!
Ternyata aku kalah dramanya dibanding si komo 🙁
memang! :))