Sakit tapi tidak berdarah. Saya nggak menyangka sekarang menuju tempat makan saja rutenya bagaikan tes SIM yang jalannya menanjak menukik tajam. Cobalah jump-in langsung ke menit 3.34 di mana hidung mobil masuk ke gang menuju Concrete Cafe.
Saya sadar sesadar-sadarnya kalau cafe di kota Batu pasti menjual view. Urusan rasanya nomer sekian. Salah satunya Concrete Cafe ini. Di Instagramnya masih coming soon, tapi cafe sudah menerima pengunjung. Ramai pula. Saking ramainya kayaknya tempat parkirnya saja sudah ditambahkan.
Namun yang layak jadi catatan adalah jalan menuju cafenya. Masuk gang. Dari gang langsung nukik tajam naik sekitar 200 meter ke dalam. Setelah naik beloknya 90 derajat ke kiri, nanjak pula. Dijamin yang baru belajaran bakal nangis geru-geru begitu belok dan pas naik ada mobil yang setengah menutupi gang.
Memang Begini ya Jalannya Concrete Cafe?
Even saya nggak menyangka jalan menuju Concrete Cafe ini begitu menggoda iman untuk nggak mengucapkan sumpah serapahan. Beruntung mobil-mobil rombongan saya dalam kondisi prima semua. Kondisi jalan hanya terhambat mobil kijang di ujung gang, pas naiknya lancar nggak ada antrian. Parkir pun aman.
Waktu pulang, deretan mobil antri naik terhambat mobil-mobil penduduk yang parkir di pinggiran. Bau kampas kopling pun menguar keras karena saya membuka jendela. Mobil menuju cafe harus antri dengan mobil yang keluar dari parkirannya karena hanya cukup 1 bodi saja. Kalau mengantri di ujung gang jelas menghambat mobil yang turun. Jadi harus naik lagi setelah gang, which is tanjakan terjalnya naudzubillah.
Sabar ya, turunnya juga menguras emosi jiwa. Wkakakakaka.
Cafe Instagramable di Punggung Bukit
In the end, saking serunya jalan tanjakan, adrenaline yang terpompa mengalahkan keinginan makan. Concrete Cafe memiliki beberapa sayap dining room. Di ruang utama ada meja-meja besar dan panjang, di mezaninenya lebih nyaman untuk makan sambil melihat pemandangan.
Lantai 2 full untuk dining dengan langit-langit yang tinggi. Tampaknya bakal dikembangin lagi sampai rooftop.
Di beberapa sudutnya tersimpan motor-motor koleksi empunya cafe. Dari motor tua sampai motor sport yang masih dibungkus plastik. Instagramable sekali penataannya.
Menu Makanan Concrete Cafe
Pilihan masakannya cukup umum. Dari makanan pembuka sampai penutupnya. Selain sibuk menurunkan derajat ketegangan, anak-anak yang berlarian ke sana ke mari cukup menguras konsentrasi memilih menunya. Yang saya ingat menu Katsu untuk anak, mie godog milik adik ipar, dan berpiring-piring tahu walik yang bolak-balik dipesan. Tahunya enak!
Deretan minumannya juga mudah dipesan, kopi, teh, dan mocktail. Standarnya saya memilih Ice Black Tea dan Sea Salt Coffee karena rasa kopi ini jarang saya temui. Harganya sekitar 25ribuan. Sayang, saya menilai toiletnya cukup minim untuk jumlah pengunjung yang datangnya sekaligus banyak. Sering terjadi antrian di toilet yang saya amati karena posisinya di samping kursi tempat saya makan.
Jangan Salah Cara Memesan Makanannya
Karena posisi dining areanya tersebar di mana-mana, diterapkan cara membayar dulu baru makan di Concrete Cafe. Pesan-pesan dan catat dulu makanan apa yang diinginkan. Lalu bayar di depan.
Dari dipesan sampai diantarkan, cepet banget lho. Pelayanannya perfect deh. Belum lagi juga ada mas-mas yang mengarahkan tempat duduk mana yang kosong. Jadi pengunjung enggak sampai berputar-putar bingung sendiri dan mengganggu pengunjung lainnya.
Apalagi pasti pada pengen duduk di area mezanine sambil melihat pemandangan. Tapi ingat, sekarang musim hujan. Jangan sampai salah pilih tempat duduk ya!