Memperingati hampir lima bulan bekerja dari rumah. Saya sangat mengapresiasi keputusan manajemen untuk merumahkan karyawannya demi menjaga asetnya tidak terpapar virus corona. Suatu keputusan yang besar artinya karena minggu ini informasi klaster baru dari perkantoran mulai mencuat ke permukaan.
Terhitung hari-hari besar yang biasanya dirayakan bersama keluarga besar sambil makan-makan, dari hari raya sampai hari raya lagi. Idulfitri, Iduladha, ulang tahun Gaga dan ulang tahun Mama, sampai jelang ulang tahun bapaknya. Dari Maret sampai hampir memasuki bulan Agustus.
Beberapa voucher hotel dan wahana permainan yang masa berlakunya sampai tengah tahun 2020 terpaksa direlakan. Bahkan ke mol cuma 2 kali karena sabun yang biasa dibeli hanya ada di sana (dan dapet diskon). Iya ini alasan permisif karena seharusnya bisa dibeli lewat akun bisnis tokonya tapi nggak dapat diskon.
Apakah ngemol terus bahagia? Deg-degan parah! Mengingat penelitian terbaru yang menemukan virus ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Jadi sangat berbahaya ketika terlalu lama di ruangan tertutup dengan banyak orang di mana kamu nggak tau siapa yang membawa penyakitnya. Mencukupkan parkir, mblesat ke drugstore di dekat pintu keluar, cap cip cup sekalian beli beberapa item, bayar, pulang. Saya sungguh kangen sama konter teh favorit yang biasanya dibeli saat makan siang.
Konon kabarnya konter teh ini dari 8 yang beroperasi selain house of tehnya, gulung tikar semua. Hanya menyisakan house of teh di food court. Saya tidak membayangkan mbak-mbak ramah dengan eyeshadow kuning hijau itu gimana kabarnya. Begitu juga cafe ina inu, hotel ini itu, restoran sana sini, dan teman-teman pariwisata serta bidang lain yang terdampak pandemi covid-19 ini.
Saya bersyukur tidak harus berhadapan langsung dengan banyak orang yang nggak ketauan riwayat perjalanan dan penyakitnya seperti teman-teman yang berada di garis depan. Yang bertugas di rumah sakit, di bagian kasir, di customer service, di mana pun tempat bekerja.
Saya hanya harus betah-betahkan diri saja untuk bekerja di rumah dengan tekun sambil mengasuh anak-anak. Mengerjakan pekerjaan rumah sesempatnya, sementara sekarang lagi senang-senangnya mencoba memasak lagi. Dan sesekali jajan dine in lalu melototin protokol kesehatan di tempatnya, sambil putar-putar melihat kota dari balik jendela.
Kemarin di Malang jumlah penderita yang terpapar virus corona menyentuh angka 16. Sebelumnya 31, dan kemarin lusa 48. Bukan, trennya bukan menurun karena saya kurang tahu test swabnya bagaimana. Yang saya tahu, weekend kemarin tetangga kos salah satu teman kantor dijemput ambulans dengan pengawasan ketat. Begitu juga semalam di area Blimbing, rombongan ambulans dan mobil pendukungnya ninu-ninu dengan lampu strobo menyilaukan mata. Masih terasa juga ngilu hati ketika tahu ada teman yang menjadi korban.
Covid19 belum mereda, kawan. Seperti kata Mba Alfa:
“Banyak orang yang punya orangtua dan keluarga juga sehat-sehat sampai sekarang. Tapi nggak jadi bilang Covid-19 nggak ada. Tetap waspada pakai masker. Kenapa mesti berharap menyaksikan orang dekat kena dulu sih baru bisa rada lurus logikanya?”
benar, selama vaksin atau obatnya belum ada, sebaiknya terus menjaga diri..