Berat sekali tema yang diangkat kali ini. Seberat akan menempuh perjalanan pulang kemarin saat Aremania mengarak Piala Bhayangkara Cup dan pemain Arema yang baru pulang dari Jakarta. Begitulah hidup di Malang, harus siap setiap saat menghadapi jadwal konvoi Aremania yang kadang tidak diduga. Bisa dari pagi sampai siang, bahkan juga pernah berhari-hari, sehingga perlu putar otak memikirkan cara aman dan nyaman biar ngga berhubungan dengan mereka.
Sepakbola tanpa suporternya bagaikan garam tanpa tempatnya. Nggak hanya di Malang, setiap kota rasanya punya klub sepakbola yang dibanggakan dan mengungkapkannya dengan berbagai cara. Aremania dengan kekompakannya kala mendukung Arema di stadion, itu seperti sesuatu yang.. bikin bulu kuduk meremang karena gerakannya bisa seragam dan bergelombang. Di dalam stadion Aremania pernah menyandang julukan suporter terbaik periode kejuaraan Piala Sudirman tahun 2015. Seingat saya sebelumnya gelar tersebut juga pernah disandang sama Aremania juga, tapi lupa sih kapan tepatnya.
Tapi kadang di luar stadion, beberapa (banyak banget sih) oknum Aremania sering mengecewakan masyarakat Malang sendiri.
Konvoy selepas memenangkan pertandingan, dan jadwal tetap pas hari ulang tahunnya tanggal 11 Agustus tidak bisa diganggugugat. Itu hari Aremania merayakan dengan keliling kota memakai sepeda motor dan berbagai jenis mobil.
Duluuuu, jaman saya menghadapi keriuhan Aremania yang berjalan kaki sudah banyak berbeda dengan beberapa tahun belakangan ini. Dalam memori yang pernah saya hadapi saat masih berseragam putih biru, Aremania memenuhi jalanan Malang dengan berjalan kaki dan lari-lari kecil seperti akan melempar jumroh. Seperti sore itu, sepulang sekolah yang terlambat, dan dengan jantung berdeg-degan nggak karuan melihat gelombang berwarna biru dari ujung jalan saya menunggu angkot yang kutunggu.. kutungguuu tak datang-datang.
Gelombang berwarna biru tersebut diduga berasal dari ribuan Aremania yang melakukan longmarch dari Stadion Gajayana setelah pertandingan. Entah waktu itu melawan mana.
Pada periode itu, kehadiran ribuan Aremania dinilai menakutkan bagi anak perempuan. Desas-desus himbauan untuk menghindari pertemuan langsung dengan Aremania dalam jumlah banyak merupakan perintah yang tidak bisa dibantah. Saya memang kurang beruntung karena tidak menyukai sepakbola dan nggak paham sama jadwal pertandingan Arema, sehingga harus bertemu langsung dengan Aremania sepulang pertandingannya.
Baru kemudian saya mengolah kembali pengalaman bertemu Aremania tersebut dalam patokan ketika Arema ada pertandingan.
1. Catat jadwal pertandingan Arema
2. Catat jadwal pertandingan Arema
3. Catat jadwal pertandingan Arema
4. Kalau lupa, lihat poin 1-2-3
Itu saja. Selepas masa putih biru, saya terlalu sibuk berkibar bersama organisasi-organisasi saat berseragam putih abu-abu sehingga nggak bertemu Aremania lagi.
Justru saat kuliah saya malah ikut konvoinya!
Demikian perlunya mengenal teman dan masa lalu serta kesukaan pacar ketika hendak memilih pasangan. Karena apapun langkah si dia mau tidak mau kamu juga tertarik mencicipinya. Dalam pikiran saya waktu itu saya masih anak mama yang baik. Tetiba saja terlibat asmara sama lelaki yang ternyata Aremania notok jeduk. Kemudian tidak bisa menolak ketika diajak konvoi ulang tahun Arema. Penasaran juga sih ceritanya.
Ternyata euforia dan antusiasme warga Malang yang mengikuti konvoi tersebut memang demikian menyenangkan. Sepulang kelas kuliah, kami bergabung dengan rombongan di depan Balaikota, kemudian disebar menuju titik-titik sekitaran Malang Raya. Saya ikut rombongan yang menuju daerah Pendem putar ke arah Karanglo kembali lagi ke Malang. Sepertinya dulu teratur gitu rombongannya. Entah ya ketika ada yang melepaskan diri dari pengarahan trus bikin acara sendiri. Karena saya sendiri langsung pulang karena gosong kepanasan meski memakai lengan panjang dan helm yang melindungi rambut dari asap knalpot. Juga ayunan tiang bendera yang kadang nggak diduga.
Itu satu-satunya waktu saya ikut konvoi Aremania. Tahun-tahun berikutnya saya sudah berganti pasangan dan kebetulan bukan Aremania notok jeduk yang memilih hobi lain untuk mengisi waktunya.
Seiring perkembangan lalulintas yang semakin padat dan kebutuhan hidup warga Malang, banyak yang menilai konvoi Aremania tidak lagi menyenangkan. Banyak pula yang mengarahkan untuk melakukan aksi sosial saja ketika mengungkapkan kebanggaan daripada membuat macet jalanan. Entah mengapa sampai sekarang gaung aksi sosial itu tetap tertutup aksi konvoi Aremania yang bikin jengkel pemakai jalan.
Berbagai gosip miring terdengar meski tidak berada di lokasi langsung. Apalagi dengan kekuatan media sosial seperti sekarang, setiap warga Malang bisa menjadi ‘reporter’ lokal di wilayahnya atau di jalan yang dilewatinya.
Yang tidak asyik kemudian ketika melihat ‘laporan’ di media sosial tentang mobil berplat L yang dikepruk Aremania.
Nggak cuma satu, sepertinya setiap konvoi selalu ada korban yang terekam kamera amatir. Kadang yang nggak habis pikir, bahkan sesama plat N pun juga jadi korban di jalan. Tahun 2015 lalu saya sempat menulis tentang mobil yang diduga milik teman saya dan menjadi korban. Ternyata bukan punya si Niea walau memang mobil tersebut jadi saksi korban Aremania. Kabar kurang sedap beredar di belakangnya, si pemilik mobil adalah keluarga dari yayasan yang dekat dengan Arema.
Tahun 2016, gelombang biru yang terlihat jumawa dengan jalan kaki di jaman dulu itu semakin ditolak keberadaannya lewat media sosial. Masyarakat menilai aksi Aremania dengan sepeda motor dan mobil memakai seluruh jalan untuk konvoi, mengacung-acungkan gagang bendera, serta mengintimidasi pengguna jalan lainnya sudah saatnya dihentikan. Timeline Grup Facebook Komunitas Peduli Malang (ASLI Malang) kemarin hanya diisi dengan laporan pandangan mata dan keluhan yang dirasakan anggota grup ketika bertemu Aremania di jalan.
Konvoi pada tanggal 5 April 2016 kemarin digelar dalam rangka penyambutan kedatangan Piala Bhayangkara Cup beserta punggawa Arema yang baru pulang dari Jakarta.
Piala tersebut dibawa ke Pendopo Kabupaten dari Bandara Abdulrahman Saleh. Otomatis rute yang akan dilalui cukup panjang dengan jumlah iring-iringan Aremania yang mencapai ribuan. Namun konvoi tidak berhenti di Pendopo Kabupaten, rombongan itu memecah menjadi beberapa bagian dan berkeliling kota sampai malam tiba. Sekitar pukul 10 malam, pihak kepolisian membubarkan kerumunan Aremania di beberapa titik kota Malang seperti di Stasiun Kota Baru.
Padahal konvoi resminya seperti yang dirilis dari bola.net dari wawancara langsung ke Abah Anton, walikota Malang, diadakan pada hari Rabu, 6 April 2016. Abah juga menghimbau kepada masyarakat yang akan berkonvoi untuk mematuhi aturan. Pihaknya tidak melarang merayakan kemenangan, namun harus tetap memperhatikan aturan.
“Harus mempertimbangkan pengguna jalan yang lain dan tidak ugal-ugalan di jalanan,” himbau Abah pada Aremania.
Di lapangan, kondisi tersebut berubah lepas dari kontrol dan pengawasan. Namun, mata warga Malang di media sosial tetap mengiringi setiap langkah Aremania. Begitu ada kejadian yang menjadi bukti aksi brutal dan sewenang-wenang, info tersebut langsung tersaji di timeline. Mobil yang kacanya hancur dan ada penumpang anak-anak di dalamnya, begitu juga beberapa mobil lainnya dengan plat L yang tidak beruntung melintas di wilayah kota.
Beberapa berita lain seperti kecelakaan kecil yang dialami Aremania tidak memakai helm dan tidak mau mengalah pada pengguna jalan lainnya juga sempat terbaca. Keluhan teman-teman yang nyaris kesambar tiang bendera yang dikibas-kibas nggak kalah banyak. Sehingga pada tanggal 6 April yang seharusnya konvoy resmi akhirnya malah banyak yang diamankan oleh aparat kepolisian karena tidak memakai kelengkapan berkendara seperti helm dan STNK.
Panitia pelaksana dan management Arema juga menegaskan tidak adanya konvoi pada hari Rabu, 6/4/16. Ketua panpel Arema Abd Haris menyampaikan lewat Twitter @infomalang bahwa jika ada konvoi yang mengakibatkan kerusakan/anarkis dari para peserta konvoi, di luar tanggung jawab Management Arema Cronus.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari beberapa kejadian melibatkan konvoi Aremania di jalan kota Malang. Jika memang tidak ada kepentingan keluar rumah, demi aman dan nyaman usahakan meminimalkan aktivitas saat ada konvoi Aremania. Memilih jalan dalam daripada jalan protokol juga bisa dijadikan pilihan. Jika kebetulan bertatapmuka (halah) dengan Aremania di jalan, tidak usah terprovokasi dengan aksinya. Tetap tenang menguasai kendaraan sehingga tidak menimbulkan korban lainnya.
Kabar gembiranya lagi, katanya akan dibentuk satgas per korwil yang akan memudahkan koordinasi Aremania sehingga dapat meminimalkan adanya oknum-oknum yang merusak nama baik suporter kebanggaan kota Malang ini. Satu demi satu langkah pendewasaan diri Aremania ini saya harap dapat menjadi tangga untuk menjadi suporter yang kompak, kreatif, dan menjadi contoh bagi suporter klub lain di kota yang berbeda. Suporter yang dapat dibanggakan kembali oleh warga Kota Malang.
SASAJI. Salam Satu Jiwa.
jadi inget jaman kuliah dulu. klo udah arema tanding udah jelas males buat kemana kemana. jadi ngendon dirumah aja
sekarang juga gitu sih. tapi karena rumah ada di poros jalan besar, judul2nya ya ketemu konvoi lagi ketemu lagi –“
jadi inget tahun 2015 Arema juara saya nyepi ke Singosari ke Pemandian Kendedes, eh kok ya pas tgl 5 April kemarin saya mengulangnya lagi. Lagi-lagi nyepi ke Kendedes.
Saran saya sih kalo ada iring2an gitu mending minggir, kecuali kalo arahnya sama ya ngikut arus aja. Antara bangga dan ngelus dada wes lek ada konvoi Aremania
dan gremet2 gemes soale jadi ga bisa cepet sampe rumah
Aku malah ga pernah ikut konvoi-konvoi gitu, mbaa. Kuatir rusuh. Hiihii. Pengennya sih selalu aman yaaa
iya pengennya selalu aman. sekarang bener2 meresahkan. dan kabarnya akan ada konvoi lg tanggal 17. duh kah
ketika ada konvoi aremania, saya selalu mendengar di radio SS betapa takutnya plat L ketika berada di Malang. Pengen banget sebenarnya dua kubu ini tetap damai yah, tapi sepertinya….. 🙁
jangan patah semangat dulu. revolusi pemikiran kedua kubu ini pasti masih bisa dilakukan bersama
Ini fenomenanya dilema antara bangga sama sabar, ngelus2 dada ya mbak.
Kl aku mending minggir kl ada konvoi gitu :3
di situlah butuhnya waze dan google maps. cari jalan laen 😀
heboh yaaa ternyata heheee…
haduuh banget deh. sampe anak walikota sebelah komen nyelekit saking ga sese2 aja konvoinya
kemarin pas masih tinggal di Malang tiap ada konvoinya Aremania aku selalu takut dan memilih untuk lekas pulang kosan. Hehehe
sebenernya aku ngga mau menyerah sama keadaan. tapi aku juga mikir keamanan 🙁 dilema :))
saya tinggal disekitaran tawangmangu, hampir tiap minggu ada aja konvoi2 motor… pa lagi kalo pas lagi rame2nya, aduh kdang suka jengkel juga dngan ulah mereka yang sok
oh di tawangmangu jawa tengah?
iya hampir tiap minggu ada yg naik ya