“Ingat ya, nanti kalau ke Borobudur jangan lupa untuk pegang jari manis Kunto Bimo, biar keinginanmu dikabulkan.”
Pernah berkunjung ke Candi Borobudur? Beberapa waktu belakangan, nama Candi Borobudur ramai dibicarakan di linimasa akibat tingkah vandal pengunjung saat perayaan Waisak. Seorang teman bahkan tertangkap kamera sedang photo-ception memotret seorang fotografer di depan biksu yang sedang berdoa. Kemegahan dan nuansa Borobudur memang sering membuat orang terlupa akan etika.
Candi Borobudur dibangun sekitar abad ke delapan pada masa pemerintahan Samaratungga. Borobudur dibangun dengan ketelitian luar biasa dan perenungan mendalam terhadap ajaran-ajaran Hinayana, Mahayana, dan Vajrayana. Candi Borobudur memiliki 10 tingkat dan berbentuk punden berundak. Candi megah kaya relief di dinding tubuhnya ini telah diakui UNESCO sebagai salah satu dari tujuh keajaiban di dunia. Sebagai objek keajaiban sejarah, Borobudur wajib untuk kita lestarikan dan layak untuk dijadikan salah satu Potret Mahakarya Indonesia.
Relief di bagian bawah dinding utama berjumlah 120 panel, di bagian atas pagar langkan teras pertama berjumlah 372 panel dan di bagian bawahnya berjumlah 128 panel. Kesemuanya menggambarkan cerita kehidupan masa lampau Budha yang disebut Jataka dan cerita tentang kepahlawanan orang-orang suci yang disebut sebagai Awadana. Kisah tersebut kemudian dilanjutkan pada lorong kedua sejumlah 100 panel relief.
Selain relief, candi Borobudur juga dihiasi 504 buah arca Budha yang diletakkan dalam relung-relung di atas pagar langkan, di dalam stupa-stupa berlubang dan di dalam stupa induk candi. Di antara arca-arca Budha di dalam stupa teras Arupadhatu, dan pada teras melingkar tingkat I sisi Timur, terdapat Arca Kunto Bimo.
Arca Kunto Bimo inilah yang menjadi tujuan saya dan teman-teman ketika berkunjung ke Borobudur. Bertahun lalu, berkunjung ke Borobudur tidak perlu ribet dengan sarung bermotif batik yang wajib digunakan sejak 15 Maret 2011. Kali ini dengan sarung bermotif batik, kami menapaki satu demi satu anak tangga menuju pelataran Arupadhatu untuk memberi ‘salam tempel’ di jari manis arca Kunto Bimo terlebih dulu.
Mitos arca Kunto Bimo ini sudah terkenal bahkan sampai ke mancanegara. Pangeran Akishino dan Putri Kiko saat mengunjungi Borobudur periode 2008 lalu juga menyempatkan diri bersusah-susah mencari jari manis Kunto Bimo di dalam langkan berlubang belah ketupat itu.
Pernah juga mantan Presiden Polandia, penerima Nobel Perdamaian 1993, Lech Walesa (66) ikutan merogoh jari manis Kunto Bimo. Katanya, siapa saja yang dapat menyentuh jari manis Kunto Bimo untuk pengunjung laki-laki dan tumit untuk pengunjung perempuan, maka segala keinginannya dapat terkabul.
Sebenarnya dari mana mitos arca Kunto Bimo ini berasal ya? Apakah mereka yang pernah menyentuh tumit dan jari manis Kunto Bimo terkabulkan keinginannya?
Sayang, dari hasil penelusuran di google, disebutkan bahwa awal mula mitos arca Kunto Bimo ini adalah akal-akalan dari petugas candi pada tahun 1950an yang dengan sengaja menaruh bunga-bungaan dan uang receh di atas pangkuan arca dengan harapan membuat arca tersebut seolah-olah sakral. Namun tanpa diduga ternyata banyak pengunjung yang mengikuti untuk melempar uang receh. Sehingga setiap sore petugas candi dapat memperoleh berkah yang lumayan.
Terlepas dari akal-akalan petugas candi, ada beberapa cerita kesuksesan mereka setelah berhasil menyentuh jari manis atau tumit kaki Kunto Bimo jika kamu ingin menelusurinya di dunia maya. Ada yang sukses keterima di Universitas idamannya, ada yang lolos ke perusahaan yang diincarnya, dan masih banyak lagi.
Success story itulah yang rupanya masih mendasari tujuan kunjungan ke Borobudur. Tidak apa-apa, menurut saya suatu peninggalan sejarah tanpa mitos dan legenda yang menyelimutinya, tidak akan menarik untuk dipelajari. People need trigger, dan salah satu objek Potret Mahakarya Indonesia yaitu stupa Borobudur, beserta mitos Kunto Bimo dalam ‘kurungan’-nya menjawab kehausan pengetahuan mereka yang berkunjung ke Borobudur.
Dan berhasilkah saya kirim ‘salam tempel’ ke tumit Kunto Bimo? Tidak. Hahaha.