Jalan-jalan ke Rumah Sakit Persada sudah bukan hal yang aneh buat saya dan sebagian besar teman kantor. Rumah Sakit yang dikenal bertarif tinggi di kota Malang ini memang cukup jalan mamenit aja sih. Selain jadi rujukan di saat emergency, yang jual jus buah di parkirannya enak!
Tapi, saya sendiri pernah dong masuk UGD-nya. Bukan cuma untuk nganterin, sempat mencicipi beberapa kali karena serangan mual tidak tertahankan, juga waktu mengurus surat keterangan sehat untuk proses perpanjangan SIM di Plaza Araya. Penanganannya yang cepat membuat saya ketagihan langsung ke Rumah Sakit Persada begitu merasakan ada yang tidak beres dengan kondisi tubuh.
Seperti minggu lalu selepas meriahnya perayaan Imlek bagi yang merayakan, saya justru merasa nggak enak badan. Akumulasi jajan hore-hore plus santan dari masakan padang kesukaan mengakibatkan lambung mulai terasa bermasalah.
Sedihnya, waktu itu si mas bojo malah sedang tembak-tembakan di luar kota. UGD Rumah Sakit Persada didatangi bersama orangtua saja di tengah hujan badai yang entahlah minggu lalu itu kenceng banget. Lalu percayalah, setua apapun kamu, selama orangtua masih ada kamu akan tetap menjadi prioritasnya.
Satu jam saja di UGD di hari Minggu itu. Dengan kekuatan bulan saya bertekad hanya ingin rawat jalan. Apa daya, ternyata kondisi terus memburuk hingga Senin subuh. Dan lagi-lagi diangkut menuju UGD untuk langsung minta rujukan dirawat demi #BabyHattori yang dua hari tidak mendapat asupan makanan.
KELEBIHAN PELAYANAN RUMAH SAKIT PERSADA
Tidak salah memang memilih Rumah Sakit Persada bagi yang ingin mendapat perawatan maksimal dengan suasana yang tenang dibandingkan rumah sakit lainnya. Maksudnya, saya jerit-jerit seharian karena sakit itu nggak ada yang protes terganggu di bagian perawatan Maternal kelas II. Itu salah satu kelebihan yang saya rasakan saat dirawat di sini.
Kamar yang saya pilih ini dihuni dengan 1 pasien lainnya. Jika memilih kamar kelas III, dihuni bersama 4 orang. Saya nggak memilih kamar kelas I, asuransinya nggak cukup :p. Setiap bed mendapat fasilitas lemari dan meja nakas, bel untuk memanggil perawat, dan colokan (ini penting!). Beruntung dapat bed yang memiliki pandangan luas ke jendela, sementara bed tengah akses ke kamar mandi lebih mudah dan pandangan ke televisi lebih nyaman.
Setiap pasien mendapat goodie bag berisi gelas berkaki, air mineral, handuk seka dan alat makan sendiri. Biarpun setiap makan juga lengkap alat makannya, tapi yaaa seneng juga kan dapat sendok garpu :D.
Selain mendapat kamar yang nyaman, setiap perawat, bidan, petugas cleaning service sampai bagian gizi Rumah Sakit Persada memastikan pasien mendapat pelayanan yang menentramkan demi cepatnya penyembuhan. Ramahnya itu beneran dari hati rasanya, bukan semata-mata dibuat demi protokoler rumah sakit. Saya masih mengingat wajah-wajah yang setiap hari ke kamar selama di Rumah Sakit Persada, kalau nama maaf ya otaknya ini kenapa nggak ngajak kenalan gitu.
Karena mengenal dekat perawatnya, sebenarnya saya nggak masalah nggak ditungguin keluarga seperti waktu dirawat di dua rumah sakit lainnya. Tidak ada obat yang diambil sendiri, setiap perawat sigap membantu saat dibutuhkan. Tapi bukan khas orangtua saya kalau nggak nungguin anaknya sakit. Karpet tebal dibawa untuk duduk-duduk menunggui. Meskipun berkelas internasional, Rumah Sakit Persada mengijinkan keluarga penunggu di dalam kamar dalam jumlah terbatas.
Dengan demikian, pasien dan keluarga sebaiknya juga berkewajiban untuk menjaga kenyamanan ruangan dengan keleluasaan yang diberikan. Kan kita-kita sendiri juga yang makai ruangannya. Ini yang menjadi catatan ketika pasien di sebelah saya protes dengan kebersihan kamar (yang cleaning servicenya belum jam dinasnya) dan (yang sebenarnya juga bisa memanggil perawat untuk memanggilkan petugas). Pakailah kamar mandi dengan benar dan memastikan sudah disiram karena berbagi dengan pasien lainnya, itu salah satu contohnya.
KEKURANGAN PELAYANAN RUMAH SAKIT PERSADA
Kalau masalah kebersihan disoroti tetangga sebelah, saya justru lebih ke masalah komunikasi. Di mana di hari ketiga sudah dibolehkan untuk makan nasi lunak, eh masih aja dikasih bubur saat sudah 2x makan dengan nasi lunak. Nafsu makan susah kembali kan kalau makannya bubur terus? Antara bagian gizi yang mengecek dan bagian dapur rupanya belum sinkron dengan baik.
Di lain waktu masalah komunikasi pembayaran juga jadi catatan. Rumah Sakit Persada menerapkan check in perawatan dimulai tepat jam 12 malam. Waktu dokter mengijinkan saya pulang di jam 11 siang, dalam harapan maksimal 6 jam seperti pengurusan asuransi lainnya bisa diterapkan. Ternyata ada penumpukan klaim dari pihak asuransi sehingga harus menunggu lebih lama.
Sayangnya, saat bertanya ke kasir Rumah Sakit Persada karena capai menunggu hingga jam 11 malam, saya baru mendapat informasi kalau pasien bisa membayar deposit 50% dari total biaya yang dipakai selama dirawat. Seharusnya informasi ini disampaikan oleh perawat di bangsal ke pasien sehingga tidak perlu menunggu lama jika ingin pulang lebih cepat. Setelah bertanya, 30 menit sebelum tengah malam saya sudah sampai di rumah.
Sedikit masalah komunikasi, bisa besar akibatnya di pasien bukan?
Alhamdulillah sekarang sudah pulang dengan badan yang terasa fit dan rasa hangat yang masih tertinggal mengingat pertemanan yang sedikit terjalin dengan perawat-perawat dan bidan yang menangani di Rumah Sakit Persada.
Kalau kamu punya asuransi atau dana cukup untuk mendapat perawatan maksimal, sila datang ke Rumah Sakit Persada. Karena rumah sakit ini belum membuka seluruh pelayanannya untuk peserta BPJS.
Ada yang mau ditanyakan?
Ternyata tetep ada plus minusnya juga yaa *bacanya sambil di persada jugak :))
nobody perfect wur, nobody :))
Aku di sini puas sama pelayanannya, bahkan Dokternya, Dokter David *catet. Eh, di sini org2nya perhatian ya, aku ndak lipstikan pas ke UGD trus ditanya, ke sini sama siapa naik apa, kujawab sendiri, eh mereka bilang, “Pulangnya naik taksi aja apa mbak?” Padahal aku tahes komes. *ndak ding, demam 39 derajat ding*
kok ngga minta dianterin dokter David?
bener bgt, aku jg puas sm dokter david. bener2 ngejelasinnya detail+sabar banget??
wih banyak pasiennya dr David :))))
Gw juga pernah jengguk temen sakit yg jagain nyokap ama bokap nya, dan itu bonyok nya mengaji mulu. Temen gw bisik2 ama gw “Gw stresss ama bonyok gw, kan gw jadi merinding mau mati kalo di ngajiin mulu”
dasartemen gw otak nya gesrek ahahhaa
emak bapakku begituuu. pas lagi jerit2 sakit banget itu kan aku jd mikirnya ya ampun didoain biar setannya keluar..
#anakdurhaka :))
ini maksudnya rumah sakit ini belum membuka seluruh pelayanannya untuk peserta BPJS gimana tuh ?
seingetku baru pelayanan jantung sama hemodialisa aja yang bisa pake BPJS. bertahap fasilitasnya sedang ditambahkan, biar bisa menampung lebih banyak pasien.
Biaya rawat jalan untuk dr spesialis berapa ya mbak?
waduh kok baru baca komen ini. maaf yaa