“Stay hungry. Stay foolish” ~ STEVE JOBS
Kecerdasan dan bakat sudah ada sejak lahir. Tapi jika tidak dikembangkan, kecerdasan pun akan berkurang. Stay hungry, stay foolish, adalah motivasi dari Steve Jobs agar kamu memiliki semangat untuk berubah, memperbaiki diri dengan pengetahuan yang tidak pernah berhenti. Dari perjalanan Pesona Indonesia bersama 46 pejalan, selama 16 hari, ke 6 destinasi, dunia ini tidak kecil lagi.
Adalah sebuah kesempatan besar yang ditawarkan tempat saya bekerja untuk bergabung dalam satu perjalanan bersama Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bertajuk Pesona Indonesia. Saya tidak berekspektasi besar pada perjalanan Pesona Indonesia karena tetap judulnya adalah bekerja. Lampung, Semarang, Surabaya, Bromo, Lombok, Labuan Bajo, dan Bali, tujuannya. Bersama 46 pejalan yang sebelumnya tidak terdeteksi namanya dalam catatan timeline saya.
LAMPUNG
Tepat di tanggal 9 November 2015, kami bertolak dengan Garuda dari Jakarta menuju Lampung. Mengeksplor Pahawang adalah agenda yang akan dilakukan selama di sana. Cuaca di Lampung berbeda dengan di Malang, pun di Jakarta. Panasnya berangin, tapi ngga melunturkan kecantikan gadis-gadis Lampung yang menyambut di Cikwo.
Malam di lampung bareng #pesonaindonesia A photo posted by widhibek (@widhibek) on
Esoknya saat berkeliling Pahawang, ke Kelagian Besar, atau Pahawang Kecil, rasanya seperti adegan castaway yang jauh dari peradaban. Di Pahawang Besar, saya bertemu dengan pemudanya yang peduli dengan kelangsungan daerahnya dengan ikut mempromosikan sekaligus membina masyarakat pulaunya untuk menyambut traveler yang datang demi mendongkrak mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Interesting.
Ditutup dengan sunset di Pelabuhan Ketapang, kamu sudah ditunggu di Semarang.
SEMARANG Lampung menuju Semarang, transit dulu di Jakarta. Kehebohan puluhan orang ini sudah mulai terbiasa. Di Semarang seorang teman lama sudah menunggu. Begitu pula Klenteng Sam Poo Kong dan seperti biasa, Gedung Lawang Sewu.
Di Klenteng Sam Poo Kong saya sempatkan untuk membaca diri. Bermodal 10ribu untuk membeli dupa, ritual membaca ini sungguh menggetarkan jiwa. Seperti ketika memasuki Gedung Lawang Sewu yang terkenal mistis di dalam berbagai media. Sejarah yang terpinggirkan tak membuat gedung megah ini kehilangan pesonanya. Sambil berbenah, pengelola Lawang Sewu terus memberi pendekatan, Lawang Sewu bukan hanya mistis yang bisa ditonjolkan.
BROMO Meski sedang terbatuk, Bromo masih menyambut traveler dengan tangan terbuka. Di berbagai sudutnya tercetak keindahan cetakan Sang Pencipta yang membuat nafas tercekat. Kali ini saya melupakan Penanjakan, berbelok lebih dulu ke Bukit Kingkong untuk melihat Bromo dari arah yang berbeda. Sedikit lebih sepi, memberi rasa yang berbeda untuk menikmati Bromo.
LOMBOK
Sedikit berbelok dari rencana awal, Lombok menjadi tujuan berikutnya. Kota ini memberi kami kejutan dengan dihadang kelompok masyarakat yang sedang merayakan adat Nyongkolan. Sebuah pertunjukan sepasang muda mudi yang baru saja mengikat janji untuk dikenalkan pada tetangganya.
Esoknya kami menjelajah Gili Trawangan dengan perut lautnya yang indah. 12 di kanan 12 di kiri, kapal yang ditumpangi harus seimbang jalannya.
Gili Trawangan berdekatan dengan Gili Air dan Gili Meno. Yang sebenarnya masih ada puluhan Gili lagi yang belum banyak terdengar. Jadwal yang padat dan kondisi gelombang, membuat kami harus segera terbang menujut Flores. Meski tak lupa membeli tenun di Desa Sade yang elok.
A photo posted by Satya Winnie Sidabutar (@satyawinnie) on
FLORES
Flores yang cantik. Flores yang elok. Flores yang seperti taman Jurassic Park. Gugusan kepulauannya mengikat pandangan di tengah perjalanan membelah lautan menuju Pulau Komodo. Pulau dengan penghuni para ranger ini cukup aman dikunjungi traveler. Biarpun sedikit-sedikit terdengar legenda si Komodo yang cukup menegangkan bulu dada, sosok binatang prasejarah ini begitu menggoda.
Begitu pula Komodo yang di Pulau Rinca. Beruntung sempat merasakan Pink Beach yang benar-benar pink (ketika memakai kacamata hitam) dan terlihat pink dari kejauhan. Tapi panasnya memang sungguh luar binasa. Sebanding dengan pemandangan mempesona yang didapat di sana.
A photo posted by Josefine Yaputri (@sefiiin) on
BALI
What can i say about Bali? Ah iya, di sini saya melihat pertunjukan Tari Kecak jelang senja. Pertama kali dalam sejarah ke Bali sih. Besoknya kami juga melihat pertunjukan Tari Barong yang keduanya sarat makna.
Di saat yang sempit, berkenalan sejenak dengan keturunan langsung Antonio Blanco adalah keberuntungan yang besar. Mario Blanco dan kedua gadis cantiknya menemani perjalanan mengenal karya Antonio Blanco, yang berperan juga dalam membawa nama Bali ke antero dunia.
A photo posted by Jalan Jalan Yuk (@jalan2yukcom) on
And that’s wrapped dalam sebuah penutupan yang menyenangkan bersama wakil dari Kementrian Pariwisata. Tawa canda, dan kerinduan belum-belum sudah menyeruak sebelum mulai perpisahan. Semua membawa satu catatan penting, PESONA INDONESIA ini tak layak untuk disimpan sendiri. Mari mengenalkannya pada dunia. Mari menjaganya demi anak cucu kita. Mari majukan Indonesia dari pariwisatanya.
Uggghhh! Makin gagal move on! xixixixi
Kapan2 kita janjian di malang ya kak Ai :3
Iyaaa
Kalo ngider ke malang bobo di rumahku ya
wah asyik banget selama setengah bulan bisa keliling indonesia sama kementrian pariwisata..pengen kak sumpah ngiri bangetttt 🙂
Yuuuk, nikmatnya kerja di media :))
Berkibarlah dengan tulisan2mu juga ya
wahhh,.. NTAP
aku kalau libur 16 hari bisa diteror sama bos nih..
NTAP mba
perjalanan ini adalah the real bekerja dari luar. pagi jalan, sampai hotel kerja :))
Yeaah.. ada foto ku di sini. Wah Mbaa, 16 hari kita bersama. Maapkan jika ada salah yaa.. hehe. Mudah-mudahan bisa ketemu lagi di trip selanjutnya
wajahmu juga megreng2 di berita1 :))
Huwa senengnya mbak Aiii… x)
*Baru baca dan liat foto aja uda seneng, apalagi kesana beneran yak..:))
ke sana beneran bareng temen2 baru! pengalamannya buedaaaa banget!