Suka musik apa?
Aku? Yang bisa didenger dong..
Suka ke festival musik?
Nggaaaaa x)). Suaranya sering kemlonteng gitu ngga bisa didenger!
Pernah nonton audisi Meet The Labels?
Eh kapaan?
Dan ternyata banyak sekali bakat-bakat musik dari Malang yang ngga main-main. Meet The Labels 2014 pun menyempatkan mampir ke Malang setelah dari tahun 2011 lalu berkeliling mencari bakat baru di dunia musik. LA Lights dengan misinya menjadi jembatan antara mereka musisi baru untuk menunjukkan karyanya pada pihak labels, adalah satu gerakan yang menurut saya awesome karena peserta yang ikutan ngga sekedar berkemlonteng kayak festival musik biasanya.
Mulai tahun 2011 itulah saya mengikuti perjalanan Meet The Labels di situs kantor. Mulai jaman Lyric, Joshua, Jhagad, Groovin Street, Maskot, juga Rega, DiSSa, dan One Room. Audisi-audisi sebelumnya, MTL berkeliling ke daerah, dan tahun 2013 mereka pun mencoba mengubah audisi lewat online audition. Dengan audisi lewat online, lebih banyak lagi bakat yang disaring, yang ditemukan, dan yang berpotensi untuk meramaikan industri musik Indonesia. Tentu kerja para labels pun semakin berat, karena bisa saja ada unsur editing dari setiap kontestan yang submit videonya secara online. Tapi tetap, bakat yang ditemukan pun bisa diasah untuk siap memasuki industri musik.
Mengamati bakat-bakat musik dan melihat kisah perjalanan mereka adalah kesenangan tersendiri bagi saya. Terutama saat LA Lights mampir di Malang untuk menggelar Audisi Meet The Labels 2014. Bertempat di Anang High Five Lounge and Karaoke, beberapa perwakilan label hadir untuk mencari bibit baru yang akan mereka orbitkan. Angga dari Seven Music, Aden dari Sony Music, dan Ondit dari 267, menyempatkan hadir langsung di Malang. Tepat pukul 10.00, satu demi satu band-band dari Malang mulai menunjukkan stage act masing-masing.
Dari rencana 30 band/grup/duo akhirnya 27 yang tampil membawa genre yang berbeda-beda. Dari hardcore, ska, ala top 40, dan rap serta akustik! OMG, I really love this Sunday afternoon. Meski sempat tutup kuping di beberapa grup grauk-grauk, ada catatan khusus untuk mereka yang mencuri perhatian saya, dan mendapat pujian dari labels.
Sumber Kencono, misalnya. Ya. Itu bener-bener nama band ya, bukan nama bis! Anak Malang dan sekitarnya pasti kenal sama nama Sumber Kencono, bis berhawa maut di jalan raya, karena seringnya seruduk sana sini. Band ini total mencuri perhatian dengan aksi panggungnya yang keren meski penampilan personelnya sama sekali jauh dari gaya yang paten. Mblendesi rek, kata teman saya di sebelah. Mblendes berarti dekil, buluk, ngga menjual gitu deh.
Setelah deretan band grauk-grauk yang membuka audisi regional Malang, bagi saya kehadiran Sumber Kencono dapat sekali feel entertainingnya. Dengan gayanya yang lucu, mereka juga membawa ember untuk mengganti set drum pengiringnya. Ember, bisa jadi alat musik yang bisa dibawa komersil juga, bukan hanya pengiring saat karnaval agustusan tiba.
Saya jadi ingat grup ndeso di salah satu program kompetisi adu bakat yang asalnya dari Surabaya. Batik, lurik, ukulele, dan logatnya yang ndeso, nyaris seperti inilah Sumber Kencono. Kearifan gaya lokal mereka nggak dibuat-buat demi memuaskan gaya ibukota pihak label yang ngomongnya lo gue. Liriknya kaya, musiknya menyenangkan jiwa. Saya vote untuk band yang ini begitu mendengar lagunya. Label pun memberi banyak pujian di akhir penampilan.
Kemudian dilanjutkan dengan penampilan band yang ngepop. Agak ngebanting sih jadinya. Kasihan mereka yang tampil sesaat setelah Sumber Kencono. Kualitas vokal, dan masing-masing personel jadi diperhatikan sekali. Dan kekompakan pun jadi penentu bagaimana band-band tersebut melangkah. Ada personel yang tampak tersiksa saat bermain gitar, ada juga yang vokalisnya tampak ngga enjoy saat bernyanyi. Itulah dinamika calon-calon musisi baru, bakat yang dilirik label adalah mereka yang bisa menunjukkan kemampuan dirinya, tanpa lebay berusaha menjadi orang lain di atas panggung.
Sampai kemudian saya terpesona oleh Crimson Diary. Arek-arek iki wis terkenal ndik Malang, mbak, celetuk teman saya lagi. Nama Crimson Diary saya kira adalah salah satu judul film yang saya tonton di tv kabel. Sebelum vokalisnya mulai bernyanyi, sebelum gitarisnya memetik nada, sebelum drummernya menggebuk penuh semangat, saya meremehkan penampilan ngga kece mereka. Rambut gondrong belah tengah, ya ampun ngga kekinian banget, pikir saya.
Ketika petikan gitarnya mengalun, suara vokalisnya pun menghipnotis penonton audisi. Labels buru-buru pasang headphones untuk mendengarkan dengan lebih seksama. Dari intro, Crimson Diary mencuri dengan permainan instrumen yang kaya pengalaman dan ngga berlebihan. Sampai di penghujung lagu kedua, tiba-tiba sang gitaris melepas gitarnya, dan tampak tremor di ujung panggung. Bassistnya gemetar seperti orang parkinson, dan vokalisnya terduduk sambil tetap memetik gitarnya dan menutup lagu. Gila, stage act keren banget!
Kalo di panggungnya sendiri, arek-arek iki dulinan lampu mbak, luwih keren.. kata teman saya. Saya nggak menyangsikan mereka mainan lampu untuk mengiringi instrumennya. Karena memang dengan lampu, sesi hipnotis Crimson Diary akan lebih merasuk di hati.
Jiwa saya masih tercerabut di lagu Crimson Diary, dan dilanjutkan dengan deretan peserta audisi lainnya. O-stribe yang kemudian kembali lagi menarik perhatian. Hanya 3 orang, dengan penampilan mereka yang rapi tapi nyantai. 2 laki-laki dan 1 perempuan, hanya 1 yang membawa gitar. Asyik… akustikan, pikir saya. Dan pikiran itu buyar seketika. Mereka akustikan sih, tapi juga ada rapnya! Alamakjang, rap berpadu cantik sama vokal si cewek, diiringi gitar yang keren.
Kematangan permainan O-stribe mendapat acungan pujian dari label. Dan ternyata ada penyebab kenapa suara mereka terdengar timpang, salah satu personelnya ternyata sedang melangsungkan pernikahannya hari ini. Tapi ngga membuat mereka kekurangan semangat untuk tampil maksimal. Pernikahan bassistnya sepertinya justru jadi penyemangat mereka untuk menarik perhatian label. Saya vote lagi untuk satu ini.
Beberapa deretan peserta lagi bikin label menguap boring. Permainannya ngga asyik, ada juga yang terlalu asyik sama musiknya sehingga kepanjangaaaan sangat nggak selesai-selesai. The Beat on Rebeat serta Sleep Paralyze mendapat catatan khusus karena tampil boring.
Untungnya penampilan berikutnya dari Ice O bikin label kembali menggoyangkan kepala. Beat yang rancak, vokalis yang interaktif, tentu menghibur. But they’re so Maliq Music. Influence Maliq Music benar-benar tersurat dalam gaya serta cara bermusik mereka. Nggak ada yang baru. Meski menghibur, mereka sudah terlalu matang terinfluence Maliq.
Audisi regional Malang ditutup dengan penampilan Suicide in Heaven. Dari namanya, dari penampilannya, ok lah ini kembali band grauk-grauk yang bikin kuping mbenging kembali. Walau saya ngga suka, penampilan mereka yang enjoy dengan peran masing-masing, membuat label mengacungkan jempol.
And it’s wrapped.
Label cukup puas dan sudah mendapatkan jagoan masing-masing yang akan mendapat golden ticket. Saya puas melihat bakat-bakat musik dari Malang yang kelihatannya sesuai dengan prediksi yang saya jagokan. Terima kasih deretan musisi-musisi Malang yang telah mencerahkan hati saya hari ini. Terutama untuk:
Muezza, Gahwa, Anti Police, Unlimited, Virus Inside, MOF, Sadness Will End, O’Electra, WAP,
The Cleanse This Earth, O-Stribe, The Red, Davina, Sumber Kencono, Abatoar, GLYPH, KOKR, Ocamie, RGBSka, Follow, Crimson Diary, Ice O, The Beat on Repeat, dan Sleep Paralyze.
Dan siapakah musisi Malang yang dinilai memiliki bakat apik dan berhak mendapat golden ticket untuk melaju ke Jakarta? 3 gacoan saya masuk loh!
Selamat ya untuk: Glyph | Sumber Kencono | O-stribe | Crimson Diary
Ahaaaii, congrats! Sumber Kencono, selamat menunjukkan kendesoanmu pada Indonesia ya! O-Stribe, maksimalkan semua personel pas saatnya tiba, dan Crimson Diary semoga kamu bisa menghipnotis Indonesia! Yang belum beruntung mendapatkan Golden Ticket, jangan menyerah. Masih ada kesempatan untuk terus mengirimkan karyamu lewat MeetTheLabels.com. Coba lagi, lagi, dan lagi. Asah terus kreativitasmu untuk memberikan yang terbaik sampai tanggal 7 September 2014, gaes. Sampai jumpa di kesempatan lain ya!