How Lucky We Are

Di tengah malam yang sumuk, kami berenam mengendap-endap keluar rumah. Naik apv belanja di indomaret ambil atm, dan ngisi bensin penuh-penuh. 1 tujuan kami malam ini, ke kawah ijen. Apv menderu membelah malam disupiri ama bang ferdi dan kopilot jeng hani. Penumpang berenam tidur di belakang. Menikmati ayunan mobil goyang duyu menapaki lereng gunung ijen.

Rute menuju kawah ijen melalui malang – probolinggo – bondowoso – paltuding. Dan naik 3km dengan berjalan kaki ke kawah ijen. Menurut blog-blog lain yang pernah mengunjungi kawah ijen, jalan menuju kesana itu landai, 3km ditempuh jalan kaki itu ringan. jeeezzz.. berat sekali tauk! kemiringan bervariasi. dari landai, sampe nanjak pol. Belum lagi dengan kondisi tapak yang berpasir lepas. Salah melangkah kepleset payah tuh. Beban ini semakin berat dengan badan yang tidak terbiasa dengan rute seperti itu. Dalam hati berbisik, duuuh mending turing ketimbang hiking..

Pemandangan yang awesome sepanjang perjalanan lumayan menghibur hati. Kita naek perlahan bareng sama pekerja pengangkut belerang dari kawah ijen. Tapak mereka bener-bener ringan. Beda banget sama kita yang ngos-ngosan. Sampe puncak mordor *kata bang ferdi* subhanallah, indah banget.. difoto tu kayak ada di pegunungan alpen. Asap putih…puncak tanpa pepohonan…panas.. Merenung di pinggir kawah, sambil nunggu jeng hani dan bang ferdi yang turun ke kawasan kawah berasap belerang, kita mandangin para pengangkut belerang. Kriet-kriet bunyi bambu pikulannya mengiris sanubari, terbayang beratnya beban yang dipikul.

ijen1

Jalan yang harus ditempuh mereka curam naik turun dan sama dengan kami, berpasir lepas. Nafas satu-satu mereka menapak jalan itu. Dengan paru-paru yang sudah penuh sama asap belerang dan muka yang terbakar. Sempat berbincang dengan seorang pemikul, yg tepatnya diwawancara sama jeng baz. Beban yang harus dipikul sekali angkut sekitar 60 kg. Sekilo belerang dihargai 800rp. Itupun harus dibagi bersama beberapa temannya karena mereka harus berbagi rute angkut untuk meringankan beban. Bapak itu mikul sudah selama 19 tahun dengan cara tradisional yang sama. Kebangetan tuh perusahaannya, kata bang ferdi. Ga ada perubahan sama sekali selama puluhan tahun mereka menambang di situ. Belum lagi petugas jaga yang harus berjaga di dekat kawahnya. Ga ngebayangin isi paru-paru mereka kayak apa. Dan mereka harus bekerja seperti itu untuk sebesar 70rb rupiah selama 15 hari kerja.

Betapa beruntungnya kita kan?

Duduk di ruangan ber-AC ga kena udara menyengat. Bisa belanja online. Ga pake jalan. Dengan gaji mpe lah jutaan.

Merenung sepanjang jalan pulang. Kaki ini semakin lelah menahan beban. Tapi sekali lagi terpicu dengan semangat bapak-bapak pemikul yang berjalan mantap. Sekali tarikan napas dan kami meluncur turun. Jatoh sekali ga pa pa deh. Di bawah sempat makan siang pake mie goreng dan melanjutkan perjalanan pulang. Mampir maen aer terjun aer belerang yang bikin gatelen. Dan sedikit perjalanan YANG MENEGANGKAN karena hujan deres tumpah ruah di GUNUNG yang jalannya sempit itu bikin aroma setiranku jadi fear factor. Ga kerasa pula kalo ternyata dengkulku nyut-nyutan nahan sakit, baru kerasa waktu turun di spbu, tremor tak terkira. Setir pun diambil kembali sama bang ferdi.

ijen2

Syukurlah kami sempet makan siang-malem di rawon nguling-yang-ternyata-harganya-mahal ya? 🙂

Dan masuk rumah tepat pukul 10.30 dengan badan remuk redam.

Nice Trip!!!! Ga pake beribet kita berangkat. Thanks ya Jeng Hani ^^..traktiran ultah kaaaan, hihihi

7 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *