Lawang Sewu dan Sembilan Ratus Pintunya

Menjejakkan kaki di Lawang Sewu mengingatkan saya pada kesenangan si dia pada dunia lain. Sebuah gedung tua di pojokan jalan di bilangan Kota Semarang. Seakan Lawang Sewu telah menjadi oase bagi yang haus akan petualangan dalam gelap berburu arwah. Begitulah juga yang terjadi pada jumlah kunjungan ke Lawang Sewu, 70%-nya ingin membuktikan mitos mistis tersebut.

Menyusuri lorong-lorong Lawang Sewu. #PesonaIndonesia #saptanusantara #dark #shadow

A photo posted by NengBiker (@neng_biker) on

Sambil berbincang dengan guidenya, kami melangkah ke ruangan satu demi satu. Gedung yang terkenal dengan seribu pintunya ini, ternyata hanya punya sembilan ratus sekian pintu. Ruang bawah tanahnya masih direnovasi, btw, jadi pengunjung belum bisa mengekpsplor lagi seperti dulu. Sementara di lantai tiganya sedang ada pemotretan fashion. Yang tidak kita ketahui sebelumnya, di Lawang Sewu gedung A ada tangga tersembunyi.

Tangga besi melingkar itu terletak di samping tangga naik ke lantai dua yang dihiasi kaca patri tinggi sepanjang dindingnya. Uniknya, tangga besi tersebut tidak dilas, tapi dipantek satu demi satu. Bertingkat sampai ke lantai tiga. Meski berbentuk simetris dengan sayap bangunan sebelahnya, tangga besi ini cuma satu. Sedang yang menghubungkan ke lantai tiga lainnya, ada dua tangga kayu yang berada di masing-masing ujung selasarnya.

Hari ini Lawang Sewu masih terus mempercantik diri. Setiap ruangnya dibenahi, dibersihkan, dan ngga ada furniturnya. Mungkin saat kamu berkunjung di kemudian hari sudah kembali dilengkapi.

Yang tersisa memang hanya kisah-kisah menegangkan bulu roma dari mereka yang bisa merasa. Seperti ketika pemotretan ruang kaca patri di tengah malam, terdengar genta lonceng yang teredam selama 12 kali dentuman, kemudian semua hasil foto sirna, tak menangkap gambar satu pun.

Begitu juga ketika 4 orang wanita berfoto bersama di bawah kaca patri saat magrib menjelang. Semua berpose centil saling menempelkan kepala. Yang tertangkap kamera ada lima bayangan dengan satu bayangan duduk tegak seperti posisi formal.

Berbeda lagi dengan cerita pengunjung yang berkeliaran jelang malam di pelataran. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba ia merasa seperti dilempari biji-bijian dari semacam buah. Bergidiklah kalau memang si mahluk bisa sampai main lempar-lemparan.

“Beda mas. Kalau sampeyan dilempari di halaman, itu mungkin kelelawar yang lagi terbang sambil makan,” tutup sang guide.

Hening.

*fotonya nyusul ya

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *