Harmoni Alam Bromo Yang Memikat

Jangan bilang kamu orang Jawa Timur kalau kamu engga kenal gunung berapi yang indah ini. Gunung Bromo dengan sejuta keindahannya adalah salah satu potret maha karya milik Indonesia yang terbentang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Setiap hari bukan lagi hanya di akhir pekan, kawasan Bromo sesak dengan pengunjung. Semua tahu sunrise Bromo dari Penanjakan adalah salah satu yang terindah di Indonesia bahkan dunia. Lihatlah bagaimana pesona matahari yang menawan saat terbit dan nikmati hamparan lautan pasir yang luas sambil menyaksikan kemegahan gunung Semeru yang menjulang dari Penanjakan. Pemandangannya sungguh spektakuler. Hening pagi yang menusuk seketika tergantikan oleh jepretan kamera dan kilasan lampu blitz hingga sang surya kembali meraja di angkasa. Dari satu kali menyambut pagi di Penanjakan itulah semua terpikat. Keindahan matahari terbit di atas punggung Bromo terpatri erat di sanubari penikmatnya.

Gunung Bromo berasal dari kata Brahma (salah seorang Dewa agama Hindu). Tanah Bromo-Tengger-Semeru ibarat sebuah lagu yang selalu mengalun merdu. Gunung Bromo dihuni oleh masyarakat suku Tengger yang meyakini bahwa Gunung Bromo merupakan tempat dimana seorang pangeran mengorbankan hidup untuk keluarganya. Masyarakat di sini melakukan festival Yadnya Kasada atau Kasodo setahun sekali dengan mempersembahkan sayuran, ayam, dan uang yang dibuang ke dalam kawah gunung berapi untuk dipersembahkan kepada dewa.

Terpikat Bromo Setiap akhir pekan atau hari libur, Gunung Bromo di Jawa Timur, selalu sesak dengan wisatawan. Selain menyaksikan kawah, mereka juga bisa merasakan petualangan menyusuri lautan pasir dan lembah yang berada di sekitar Bromo. photo by: Budi Sugiharto

Harmoni yang syahdu antara alam, masyarakat Tengger dan tradisinya itulah yang membuat Bromo semakin memikat. Setiap saat kaki-kaki manusia seakan tidak lelah menyusuri Penanjakan untuk menapaki punggung Bromo menuju kawah. Satu demi satu, semua menyapa maha karya Tuhan menciptakan alam Bromo. Menghirup udara segar di puncak kawah Bromo, mengintip hembusan belerang dari kalderanya.

Ada lagi kemurahan alam Tengger yang membuat ketakjuban tiada henti atas pesonanya. Yang mengetuk pintu Bromo dari arah Probolinggo atau Nongkojajar, cobalah pulang lewat pintu Tumpang. Gugusan gunung pasir hitam yang pernah diabadikan Dian Sastro dalam film Pasir Berbisik, akan menyapamu di tengah perjalanan. Kemudian berbeloklah lagi ke jajaran hijau Bukit Teletabis untuk memeluk keindahan bukit-bukit hijau dalam jepretan.

Belum cukup? Lihatlah ukiran suku Tengger di lereng perbukitan Desa Ngadas. Jika biasanya di tempat curam akan dibuat sawah terasiring berundak, suku Tengger tetap membuat sawah berpeta kotak layaknya di tanah mendatar pada kemiringan 75 derajat! Sawah yang ditanami aneka sayur ini merajut harmonis dengan hutan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru dan pemukiman warga Dusun Ngadas.

Bromo, bukan hanya satu maha karya alam Indonesia, tapi sebuah harmoni alam yang menakjubkan bagi siapapun yang berkunjung ke sana. Siap terpikat?

::: Terinspirasi foto karya Budi Sugiharto dalam Potret Mahakarya Indonesia 

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *