Hard Part for Being A Mother

Kasusnya begini, anak Anda tercinta diberi mobil dan sudah memiliki surat ijin mengemudi. Anak Anda tercinta terlibat kecelakaan yang menyebabkan dua anak lain terluka hingga meninggal dunia.

What will you do?

Sebagai orang tua yang sibuk, Anda akan membayar berapa pun agar anak tidak melalui proses hukum. Hmmm?

Sebagai orang tua yang tidak peduli, Anda akan menyerahkan kasus ke pihak kepolisian?

Sebagai orang tua yang sayaaaaang banget sama anak, Anda pasti akan berusaha melepaskan beban tanggung jawab anak dari jerat hukum. Benar?

Sebagai orang tua yang bertanggungjawab terhadap masa depan anak, Anda akan mendampinginya melewati hukuman dengan kasih sayang dan perhatian lebih. Iya ngga?

Saya, saya mungkin belum jadi orang tua, tapi tentu saya ngga akan kasihan sama orang tua yang tidak membuat anaknya melalui proses hukum atas kecelakaan yang disebabkan oleh tangan anaknya. Selama ini saya dididik dengan keras oleh orang tua, setiap kejadian yang disebabkan oleh saya, yang merugikan orang tua juga mungkin, tidak pernah diselesaikan oleh orang tua saya.

Kalau mau ya, mungkin saya bisa menyalahgunakan apa yang saya miliki. Tapi tidak, saya tidak menggunakannya. Orang tua memang menyediakan materi untuk memperbaiki yang saya rusakkan. Tapi tanggung jawab ke bengkel menunggu sampai selesai, dan menyelesaikan urusan dengan pihak terkait, saya selesaikan sendiri dibantu dengan teman sebagai pendamping dan saksi. Bagi saya materi itu tidak berat kalau saya boleh sombong, tapi menundukkan kepala mengakui kesalahan dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, dan meminta maaf, bertanggungjawab terhadap kesalahan, itu hal terberat yang saya lakukan. Saya menghukum diri saya sendiri untuk itu.

Ya saya meracau di sini.

Maaf untuk yang kesasar membaca. Saya jujur kecewa dengan orang yang saya follow di twitter untuk ‘berguru’ tentang menjadi ibu jaman sekarang, bekerja sambil mengurus anak. Dan dia sukses. Tapi dia menanggapi kasus kecelakaan anak sman 28 dan mengambil posisi sebagai orang yang setuju bahwa si anak supir mobil yang kecelakaan itu boleh dilindungi dari kesalahannya. Karena kasihan.

Kenapa? Kenapa Anda harus kasihan? Itu tanggung jawab siapa? Orang tua yang memberi fasilitas kendaraan kepada anaknya bukan?

FYI, saya dilepas menyetir mobil saat duduk di mahasiswa tingkat dua. Kenapa? Karena saya harus melewati fit and proper test papa di jalan raya. Padahal saya sudah bisa menyetir sejak SMA. Jadi, sampai saya kuliah saya masih diantarjemput papa kalau beliau sedang ada di rumah. Kemana-mana pakai angkot dan motor jika perlu.

Dan kalau Anda sebagai orang tua membantu anak melepaskan tanggungjawabnya, orang tua seperti apa Anda? Anak anda mungkin akan bebas dari jerat hukum, tapi hatinya ngga akan lepas dihantui dari rasa bersalah. Beda jika Anda dampingi anak selama proses hukum, biarkan dia melewati proses yg harus dilaluinya, Anda mengajarkannya arti TANGGUNG JAWAB.

Yaaaaa..saya kecewa sama tuit Anda, ma’am… 🙂

Well, saya juga belajar bahwa kita sama-sama manusia punya hati rasa dan lupa kalau kita menulis di ranah publik.

This is MVHO. My Very Horibble Opinion.

 

5 Comments

  • Setuju… Sayang itu bukan berarti membenarkan kesalahan. Anak harus belajar bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan.

    Kamu nyetir kebut-kebutan? Resikonya ya tabrakan.
    Kamu belum punya SIM tapi udah nyetir? Resikonya ya harus berurusan sama polisi.

    Berani berbuat, berani bertanggung jawab gitu deh. Biar nanti kalo dewasa gak trus nyaman dan terbiasa lari dari tanggung jawab.

  • siip iku mba..
    anak tu ga cuma butuh materi dari orang tua apa lagi untuk menyelesaikan masalahnya, tapi juga butuh dampingan dan perhatian.
    reward n punishment harus slalu ada, biar anak bisa ngerti arti tanggungjawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *