Sleeping With Earthquake

Baca di mana ya tag judul di atas. Lupa-lupa ingat aku. Kayaknya cocok memang untuk judul yang mau bahas masalah gempa Indonesia. Konon jumlah gempa di Indonesia jumlahnya jauh lebih besar dari Jepang yang notabene malah disebut negara gempa. Mungkin di Indonesia memang gempa kecil-kecil yang tidak terlalu terasa, tapi gempa kecil adalah pertanda tanah di bawah Indonesia tidak tinggal diam.

Lempengan itu terus menggeliat. Bergerak mencapai titik seimbangnya. Belum lagi dengan jajaran gunung berapi Indonesia. Semakin lengkap pula faktor seringnya gempa di Indonesia. Tidak ada perkembangan berarti dari tanggap bencana. Karena tsunami besar di Aceh tahun 2004 baru dipasang alat pemantau tsunami. Beberapa yang telah terpasang malah hilang dicuri. Rendahnya pemahaman keselamatan dini dari masyarakat ini sendiri bukan tanpa sebab. Itu alat mahal, dijual pun mahal. Harga beras mahal. So?

Oke deh. Lepas dari itu, ketergantungan pengungsi terhadap bantuan ketika terjadi bencana pun tinggi. Lihatlah yang selalu dikorek reporter saat bencana terjadi, bantuan sudah datang belum? pemerintah sudah kasih apa? tempatnya layak apa engga? Well, berita itu bisa buruk untuk pemerintah, sentilan untuk kita-kita yang selamat dan tidak terkena bencana, juga komoditas untuk pemilik stasiun tv. Untuk pemerintah karena dianggap kurang tanggap bencana, untuk kita-kita yang selamat karena dianggap tidak mempunyai empati untuk sesama, komoditas untuk pemilik stasiun tv karena bisa jadi informasi juga bisa jadi rating tinggi.

Ah sudahlah lepas dari itu semua, aku ngiri sama Kobo-chan dan Kariage Kun, yang diceritakan pada setiap siklus waktu tertentu mereka membongkar ransel tanggap bencana, latihan tanggap bencana, dan belajar sejak dini tentang bencana yang terjadi di negaranya. Kabarnya mereka baru belajar itu setelah terjadi bencana gempa Hanshin Awaji di Kota Kobe, provinsi Hyogo pada awal 1995, yang berkekuatan 7,2 skala Richter dan menelan korban jiwa 6.000 orang. Kobo-chan dan Kariage Kun walau hanya komik semata, juga menyelipkan pendidikan tentang bencana yang kemungkinan akan terjadi. Bagaimana persiapan mereka, dan hendak ke mana mereka mengungsi. Tinggal tarik ransel perlengkapan, dan selamatkan diri.

Indonesia, belajarlah.

Masyarakat, mandirilah.

Yuk mulai menyiapkan ransel tanggap bencana kita masing-masing. Selipkan 1-2 baju lengkap dengan pakaian dalam. Obat-obatan seperlunya. Dan surat-surat berharga, kumpulkan jadi satu simpan di tempat yang mudah dijangkau. Setidaknya masih ada yang akan kita miliki saat bencana nanti selesai kita lewati.

Bencana memang tidak pernah kita undang. Pergi pun mereka ngga akan kita antar. Yang bisa kita lakukan tidak hanya berserah diri, berusaha. Itu lebih baik.

8 Comments

  • baca komik jepang itu menarik, karena banyak budaya jepang yg tergambarkan di sana, dan ya, saya salut sama orang jepang yg sudah sangat terlatih (lebih siap) dalam menghadapi bencana, gak cuma gempa, tapi bencana tsunami dan juga kebakaran, itu rutin mereka lakukan, baik dalam sekala besar maupun kecil (semacam tingkat RT)

    di indonesia? seumur hidup saya gak pernah tuh ngalamin latihan tanggap bencana, ponakan saya yg masih kecil pun nggak pernah tuh sekolahnya ngajarin gmn kalo ada gempa, gmn kalo ada kebakaran

    bangsa ini memang butuh di “jewer” berulang-ulang supaya sadar

  • nah loh, baru nulis ttg ransel itu di milis, ternyata dah km tulis disini. hahaha, berasa telat mode on :p

    Anyway, mungkin sebaiknya hal ini dimasukkan ke salah satu kurikulum sekolah daripada cuma belajar teori2 yang kayaknya jarang dipake *summon para guru dan dosen @blogggerngalam*

  • belajarin diri kita sendiri dulu sebelum nyuruh orang lain untuk berbuat yg sama.
    en hell yeah, masukkan ini ke kurikulum secepatnya
    🙁
    kasian anak kecil2 pengungsi merapi yg malah jd tanggapan di tipi2 itu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *